Pengasuhan anak dalam Fikih dan Hukum di Negara negara Muslim

PENGASUHAN ANAK: KETENTUAN HUKUM DALAM FIKIH, HUKUM INDONESIA

DAN BEBERAPA NEGARA MUSLIM

Pengasuhan anak pasca perceraian dalam ketentuan fikih dan hukum di Indonesia serta beberapa negara muslim memiliki keragaman. Dalam konteks fikih, pandangan Ulama tentang pengasuhan anak (hadanah) pasca perceraian berbeda-beda. Secara umum mereka membedakan jenis kelamin anak dalam penentuan pengasuhan. Hak pengasuhan anak perempuan ada pada ibunya, tetapi para ulama berbeda pendapat dalam penentuan batas usianya. Menurut Imam Syafi’i, hak pengasuhan anak terdapat pada Ibu hingga dia mencapai bulugh. Imam Ahmad bin Hambal membatasi hak pengasuhan anak perempuan pada ibunya di bawah usia 7 tahun. Ketentuan berbeda disampaikan Imam Malik, yang menetapkan hak pengasuhan hingga anak melakukan pernikahan, sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hak pengasuhan pada ibu sampai tanggalnya gigi si anak, yaitu antara usia 9-10 tahun. Ketentuan berbeda berlaku bagi anak laki-laki. Menurut Imam Abu Hanifah, hak pengasuhan anak laki-laki pada ibunya hingga dia berusia 7 atau 9 tahun, sedangkan Imam Malik membatasi hingga usia baligh si anak. Imam Ahmad bin Hambal menetapkan ketentuan yang sama dengan anak perempuan, yaitu dibawah usia 7 tahun. Berdasarkan ketentuan tersebut, seorang Ibu memiliki hak superior dalam pengasuhan anak, meskipun para ulama berbeda dalam penentuan batas usianya.

Demikian paparan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Euis Nurlaelawati, M.A, Dosen Prodi S3 Ilmu Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sekaligus Pakar Hukum Keluarga Islam, dalam kegiatan Webinar Hukum Keluarga. Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangkaian Milad Himpunan Ilmuwan dan Sarjana Syariah Indonesia (HISSI) ke-13, dengan tema Mengurai Serat Perselisihan Hak Asuh Anak, Perwalian, dan Waris. Webinar dilaksanakan pada hari Kamis, 13 Januari 2022, mulai pukul 13.00 hingga selesai. Selain Prof. Euis Nurlaelawati, webinar ini juga menghadirkan narasumber lain, yaitu: Dr. Ilman Hasjim, M.H (Hakim Non Yudisial Mahkamah Agung), dan Dr. Susanto, M.A (Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Dalam webinar ini, Prof. Euis menyampaikan materi dengan judul: “Hak Asuh Anak dan Perwalian: Perspektif Fiqih Kontemporer dan Hukum Keluarga di Negara Muslim.

Dalam konteks hukum Indonesia, terdapat tiga aturan hukum yang menjadi pedoman pengasuhan anak, yaitu: UU Perkawinan No. 1/1974, KHI Inpres No. 1/1991, dan UU Perlindungan Anak No. 23/2002 dan No. 35/2014. Dalam pasal 41 UU Perkawinan dinyatakan bahwa akibat putusnya perkawinan karena perceraian, baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anakanak, Pengadilan memberi keputusannya. Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

Sementara itu, dalam Bab XIV Pasal 98 KHI, disebutkan bahwa (1) Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan; (2) Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan; (3) Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampu menunaikan kewajiban trsebut apabila kedua orang tuanya tidak mampu. Ketentuan lain diatur dalam Pasal 104 bahwa: (1) Semua biaya penyusuan anak dipertanggungkawabkan kepada ayahnya. Apabila ayahya stelah meninggal dunia, maka biaya penyusuan dibebankan kepada orang yang berkewajiban memberi nafkah kepada ayahnya atau walinya; (2) Penyusuan dilakukan untuk paling lama dua tahun, dan dapat dilakukan penyapihan dalam masa kurang dua tahun dengan persetujuan ayah dan ibunya. Pasal 105 Dalam hal terjadinya perceraian : a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya; b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya; c. biaya pemeliharaanditanggung olehayahnya. Pasal 106 (1) Orang tua berkewajiban merawat dan mengembangkan harta anaknya yang belum dewasa atau dibawah pengampunan, dan tidak diperbolehkan memindahkan atau menggadaikannya kecuali karena keperluan yang mendesak jika kepentingan dan keslamatan anak itu menghendaki atau suatu kenyataan yang tidak dapat dihindarkan lagi. (2) Orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan dan kelalaian dari kewajiban tersebut pada ayat (1).

Dalam hal terjadi perceraian, KHI menetapkan aturan sebagaimana terdapat pada Pasal 156: (a) anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dan ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh: 1. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ib u; 2. ayah; 3. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ay ah; 4. saudara perempuan dari anak yang bersangkutan; 5. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah; (b) anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya; (c) apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmanidan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula; (d) semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun); (e) bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasrkan huruf (a), (b), dan (d); dan (f) pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.

Prof Euis juga menjelaskan keragaman ketentuan hukum tentang pengasuhan Anak pasca perceraian di beberapa negara muslim. Di Yordania, hak pengasuhan anak pada ibunya berlaku hingga si Anak berusia 15 tahun. Ketentuan ini berlaku sama bagi anak laki-laki maupun perempuan. Ketentuan yang sama juga berlaku di Mesir, berdasarkan ketentuan undang-undang tahun 2005, batas usia pengasuhan Anak juga 15 tahun. Setelah usia tersebut, anak diberikan kebebasan memilih pengasuhannya. Sementara itu, negara Qatar, India, dan Pakistan menentukan batas usia yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Hak pengasuhan Ibu atas anak perempuannya hingga usia anak mencapai 15 tahun, sedangkan bagi anak laki-laki sampai usia 13 tahun. Setelah usia tersebut, hak pengasuhan beralih kepada ayahnya. Namun demikian, hak pengasuhan Ibu dapat diperpanjang demi kepentingan terbaik anak, yaitu hingga usia 15 tahun bagi laki-laki dan sampai menikah bagi perempuan.

Liputan Terkait

Liputan Terpopuler