Implementasi Fatwa DSN MUI dalam Penyelenggaraan Keuangan Syari'ah di Indonesia

PROBLEMATIKA IMPLEMENTASI FATWA DSN-MUI DALAM PENYELENGGARAAN KEUANGAN SYARIAH DI INDONESIA

Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) adalah lembaga yang melaksanakan tugas MUI dalam menetapkan Fatwa tentang ekonomi, bisnis, dan keuangan syariah serta mengawasi penerapannya dalam rangka menumbuhkan usaha bidang ekonomi, bisnis, dan keuangan syariah di Indonesia. Klasifikasi Akad-Akad DSN-MUI dan Implementasinya di Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Indonesia meliputi: akad jual beli (meliputi akad murabahah, salam, istisna’, dan sharf), akad ijarah (meliputi akad ijarah asset, ijarah jasa, IMBT, ju’alah), akad kerjasama bagi hasil (meliputi: akad syirkah, mudharabah, dan musyarakah mutanaqisah), akad tabarru’ terkait hutang piutang (seperti akad qard, rahn, kafalah, dan hawalah), dan akad tabarru’ lainnya (seperti akad wakalah, wadi’ah, hibah). Namun demikian, implementasinya dalam penyelenggaraan keuangan syari’ah menimbulkan beberapa problematika.

Demikian presentasi yang disampaikan oleh A. Hashfi Luthfi, M.H, mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Syari’ah, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, pada Focus Group Discussion dengan tema “Penyempurnaan Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES). Kegiatan ini dilaksanakan oleh Puslitbang Hukum dan Peradilan, Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung Republik Indonesia di Hotel Santika Premiere Jogja, pada tanggal 16 Mei 2023.

Menurut Hashfi, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (HES) Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, problem implementasi Fatwa DSN MUI tersebut terletak pada aspek: sumber daya manusia, disharmoni regulasi, lemahnya pengawasan, biaya operasional yang tinggi, dan orientasi lembaga keuangan syari’ah pada profit/keuangan. Problem yang bersumber dari sumber daya manusia diakibatkan oleh: pemahaman yang lemah dari pengurus terhadap Fatwa DSN MUI dan ketidaktegasan Dewan pengawas Syari’ah (DPS) dalam mengontrol produk lembaga keuangan syari’ah (LKS). Hal ini karena posisi DPS di LKS, sehingga tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap pencegahan atau penindakan atas suatu penyimpangan LKS terhadap prinsip-prinsip syariah.

Faktor kedua adalah disharmoni regulasi. Hal ini dibuktikan adanya disharmoni antara Fatwa DSN-MUI dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Fatwa DSN-MUI No: 68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn Tasjily berlainan dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Konsep utang secara luas tidak diatur dalam Fatwa DSN-MUI No: 68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn Tasjily maupun dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 25/DSNMUI/III/2002 tentang Rahn. Hal ini menjadikan kekosongan hukum pada pengaturan tentang konsep utang dalam jaminan syariah.

Faktor ketiga adalah lemahnya pengawasan. Hal ini disebabkan oleh dualism pengawasan terhadap kinerja LKS. OJK memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap bank, bank perkreditan rakyat, dan lembaga keuangan bukan bank. Kewenangan OJK tidak termasuk pada lembaga keuangan berbentuk koperasi, lembaga keuangan mikro, dan Baitul Mal Wa Tamwil (lembaga keuangan berbasis syariah). Pengawasan atas lembaga-lembaga keuangan berbentuk koperasi, lembaga keuangan mikro, dan Baitul Mal Wa Tamwil (lembaga keuangan berbasis syariah) dipegang oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil. Hal ini menjadi kendala tersendiri karena kurangnya koordinasi antara OJK dan Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dalam mengawasi lembaga keuangan syariah.

Faktor keempat adalah biaya tinggi akibat penerapan penuh atas prinsip syariah dalam Fatwa DSN-MUI. Hal ini terlihat misalnya pada adanya pajak ganda dalam akad ijarah muntahiyah bit tamlik. Faktor kelima adalah orentasi lembaga keuangan syariah (LKS) pada profit/ keuntungan. Tuntutan dari RUPS berbasis profit menyebabkan Pengurus menjadi abai terhadap prinsip syariah atau Fatwa DSN-MUI. Hal ini terjadi misalnya dalam pelaksanaan akad mudharabah dan akad gadai emas.

Liputan Terkait

Liputan Terpopuler