Fikih sebagai Analisis Sosial
Prof. Dr. H. fathorrahman, M.Si dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Ilmu Sosiologi Hukum Islam
PENGEMBANGAN FIKIH SEBAGAI ANALISIS SOSIAL
Fenomena yang paradoksal terjadi dalam masyarakat Indonesia saat ini. Di satu sisi, Indonesia dinyatakan sebagai negara paling religius di dunia sebagaimana temuan Pew Research Center dan hasil survey CEPWORLD Magazine. Namun di sisi yang lain, ditemukan fakta bahwa Indonesia tercatat sebagai negara yang indeks persepsi korupsinya rendah, seperti yang dilaporkan oleh Transparancy International. Realitas yang mengejutkan juga adalah Indonesia dinobatkan sebagai negara dengan pemain judi online terbanyak secara global. Hal ini menunjukkan bahwa di balik gemerlapnya simbol dan ritus keagamaan, justru terjadi degradasi nilai-nilai etis di masyarakat.
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul kemudian adalah: mengapa ritual ibadah tidak berpengaruh pada perilaku baik di ruang public? Mengapa berbagai aktifitas ibadah mahdhah kurang berfungsi sebagai prevensi in optima forma dari berbagai jenis dan tingkat kejahatan, dan mengapa kesalehan individual hanya berhenti pada kepatuhan simbolik dan tidak mampu membentuk kesalehan professional, konstitusional, dan sosial?
Demikian paparan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Fathorrahman, M.Si, Sekretaris Prodi Doktor Ilmu Syari’ah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, saat membacakan pidato pengukuhan Guru Besarnya di hadapan Anggota Senat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kegiatan ini berlangsung pada hari Selasa, 6 Mei 2025, bertempat di Gedung Prof. Amin Abdullah (Multipurpose) UIN Sunan Kalijaga, mulai pukul 09.00 – hingga selesai. Bersama dengan Prof. Fathor, dikukuhkan juga empat Guru Besar lainnya, yaitu: Prof. Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin, M.A (Fakultas Suari’ah dan Hukum), Prof. Dr. Badrun, M.Si (Fakultas Adab dan Ilmu Budaya), Prof. Dr. H. Shofiyullah Muzammil, M.Ag (Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam), dan Prof. Dr. Usman, S.S., M.Ag (Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan). Prof. Dr. Fathorrahman, M.Si dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Sosiologi Hukum Islam.
Menurut Prof. Fathor, fenomena paradoksal di atas memerlukan demistifikasi kesadaran keberagamaan dan upaya serius menghubungkan ulang antara nash dan waqi’, antara wahyu dan realitas. Diantara instrumen penting yang harus direkonstruksi adalah fikih, yaitu dengan mengembangkan pendekatan baru yang disebut “Fikih sebagai Analisis Sosial”. Fikih tidak lagi dibaca sebagai aturan legal-formal, tetapi sebagai alat untuk membaca, memahami, dan mengintervensi realitas sosial. Variabel epistemologisnya terdiri dari: teks (nash), realitas (waqi’), pelaku (mukallaf), tujuan (maqasid), dan alat bacaan (ijtihad sosial). Kelima variabel ini saling menguatkan dan membangun jaringan epistemic yang lentur.
Dalam konteks ini, Prof. Fathor mengusulkan skema transformasi pemikiran fikih yang mencakup tiga tahap: Fikih Klasik – Fikih Sosial – Fikih Analitis. Fikih sebagai analisis sosial tidak sekedar menjawab masalah sosial, tetapi membongkar struktur sosial, tidak hanya merespon kasus, tetapi membaca pola ketimpangan, logika kuasa, dan struktur ideologis yang melingkupi hukum. Dengan menekankan pada aspek sosiologis, fikih tidak hanya sah secara syar’i tetapi juga bermakna secara sosial. Fikih sebagai analisis sosial adalah tahapan rekonstruksi epistemic, di mana fikih menjadi kerangka kerja kritis untuk membaca masyarakat bukan sekedar sebagai sistem yang legal-formal. Fikih tidak hanya diposisikan sebagai pelayan struktur yang ada, tetapi menjadi alat emansipasi dan rekayasa sosial.