Islam Moderat dan Rahmatan Lil 'Alamin

ISLAM MODERAT DAN RAHMATAN LI Al-‘ALAMIN SEBAGAI PENANGKAL RADIKALISME

Oleh: Isroji, SHI., M.Hum

(Mahasiswa Program Doktor Ilmu Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Radikalisme menjadi isu menarik di negeri ini, karena sering melakukan perlawanan terhadappemerintah dan melakukan kekerasan atas nama agama. Gerakan ini semakin meningkat bahkan sudah masuk hampir ke semua lini kehidupan masyarakat. Perkembangan ideologi ini semakin cepat dan massif (Beritasatu: 18-12-2021), sehingga perlu diwaspadai oleh semua pihak, terutama pemerintah. Pemerintah perlu menyikapi perkembangan radikalisme ini secara cepat, serius dan tegas agar tidak kecolongan. Sedikit lengah, maka bisa mengancam ideologi Pancasila dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gerakan Islam radikal ini tidak main-main karena sebagian secara terang-terangan menyebarkan ideologi agamavis-a visPancasila. Mereka juga menebar teror dan kekerasan dengan mengatasnamakan agama.

Menurut penelitian Denny JA, dalam kurun waktu 13 tahun, kepercayaan publik terhadap Pancasila menurun 10%. Data tersebut sebagai gambaran bahwa ideologi radikal sudah mengkhawatirkan dan bisa mengancam ideologi Pancasila (Kompas.com: 17-07-2018). Banyak penelitian lain yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia saat ini mempunyai pemahaman Islam yang lebih fundamentalis, formalis bahkan radikal. Gerakan radikalisme Islam juga sudah merambah ke ASN (Aparatur Sipil Negera), TNI (Tentara Nasional Indonesia) maupun Polri (Polisi Republik Indonesia) (cnnindonesia: 19-06-2019). Menurut penjelasan Menteri Aparatur Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men-PAN RB), Tjahjo Kumolo, hampir setiap bulan Kemen-PAN RB memberhentikan atau menonjobkan 30-40 ASN karena dugaan pro dengan ideologi radikal (Kompas.com: 17-07-2018).

Tidak hanya ASN, TNI dan Polri, ideologi radikal juga sudah masuk ke kaum muda, baik siswa maupun mahasiswa. Survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP), yang dipimpin oleh Prof. Dr. Bambang Pranowo, Guru Besar Sosiologi Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, pada Oktober 2010 hingga Januari 2011, mengungkapkan, hampir 50 persen pelajar setuju tindakan radikal. Data itu menyebutkan 25 persen siswa dan 21 persen guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi. Sementara 84,8 persen siswa dan 76,2 persen guru setuju dengan penerapan Syariat Islam di Indonesia. Jumlah yang menyatakan setuju dengan kekerasan untuk solidaritas agama mencapai 52,3 persen siswa dan 14,2 persen membenarkan serangan bom (cnnindonesia: 19-06-2019).

Kelompok Islam Radikal adalah mereka yang menggunakan berbagai bentuk kekerasan dalam rangka perjuangan untuk mendirikan Negara Islam (khilafah islamiyah). Radikalisme Islam adalah suatu gerakan yang memiliki ciri radikal, dengan indiktor adanya karakter keras dan tegas, cenderung tanpa kompromi dalam mencapai agenda-agenda tertentu yang berkaitan dengan kelompok muslim tertentu, bahkan dengan pandangan dunia Islam tertentu sebagai sebuah agama. Kesan karakter gerakan yang keras tersebut bisa terlihat dari nama dan terminologi yang mereka gunakan sebagai nama kelompok mereka yang berkonotasi kekerasan dan militeristik, seperti Jundullah (tentara Allah), Laskar Jihad, dan Hizbullah (partai Allah) atau Front Pembela Islam (Rahmat: 2005).

Radikalisme di Indonesia ditunjukkan dengan berbagai cara, mulai dari cara berpakaian, berpenampilan, pola berpikir tentang politik-negara serta corak gerakan. Menguatnya paham radikalisme di Indonesia patut diwaspadai karena mereka pro-Khilafah, anti-Pancasila dan UUD 1945 yang dianggapthogut). Mereka beranggapan bahwa sistem “Khilafah”, bisa menjadi solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi oleh Indonesia, seperti kesenjangan ekonomi, kemiskinan, ketidakadilan dan keterbelakangan. Sebenarnya, tidak ada dalil dalam Alqur’an maupun Hadis yang berbicara tentang sistem khilafah, namun mereka berkeyakinan bahwa Khilafah Islamiah ada dan berasal dari Allah. Kebenarannya bersifat mutlak sehingga sistem ini wajib ditegakkan oleh seluruh umat Islam di manapun dan sampai kapanpun (Nilda Hayati: 2017).

Menurut kaum radikalis, berbagai permasalahan bangsa (mulai dari persoalan sosial, politik maupun ekonomi) disebabkan karena Indonesia tidak menggunakan sistem khilafah Islamiah. Kegagalan merealisasikan tujuan Negara menurut kaum radikalis disebabkan karena Pemerintah saat ini memakai sistem kafir danthogut. Jika mau maju, menurut kelompok ini, sistem tersebut wajib diluruskan dan diganti dengan sistem khilafah islamiah (Sri Yunanto: 2017). Untuk merealisasikan tujuan ideologi mereka, kaum radikalis melakukan perjuangan dengan berbagai cara, termasuk dengan cara-cara kekerasan maupun menganggu ketertiban umum sekali pun. Tujuan mereka hanya satu, yaitu tegaknya ideologi Khilafah Islamiah di Indonesia. Hal ini mereka lakukan karena, menurut mereka, menegakkanKhilafah Islamiyahmerupakan perintah agama, hukumnya wajib, sehingga tidak bisa ditawar-tawar lagi (Media Umat: 2018).

Meskipun cara merealisasikan tujuan ideologi mereka terkadang menggunakan kekerasan dan mengganggu ketertiban umum, namun faktanya ideologi ini tetap mendapatkan simpati dari sebagian muslim Indonesia. Provokasi, agitasi dan propaganda kaum radikalis yang dibungkus dengan baju agama, ternyata, mampu meluluhkan hati sebagian umat Islam untuk mengikuti gerakan ini. Walhasil ideologi Khilafah Islamiyah sudah mempunyai banyak pengikut (cnnindonesia:08-10-2014).

Kaum radikalis menggunakan simbol dan doktrin agama yang suci untuk menarik simpati publik. Ada juga yang membenturkan sistem Islam dengan sistem Indonesia, seperti Khilafah vs Pancasila, Islam vs Kafir dan Syari’at vs Demokrasi.Tidak hanya radikalisme, intoleransi dan teorisme juga menjadi ancaman serius bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Berbagai aksi teror dilakukan oleh kaum jihadis, seperti merusak tempat ibadah, teror kepada merekayang berbeda agama bahkan tega membunuh saudara sesama muslim. Teror mereka lakukan karena anggapan bahwa selain ideologi mereka adalah sesat dan pengikutnya halal diteror bahkan dibunuh. Inilah sekelumit gambaran situasi dan kondisi bangsa Indonesia saat ini yang sedang mengalami darurat radikalisme dan terorisme (Merde.com: 29-03-2018).

Islam Rahmatan li al-‘Alamin dan Moderasi Beragama sebagai Penangkal Radikalisme

Berkembangnya radikalisme di Indonesia tentu tidak bisa dipandang enteng oleh siapapun, apalagi negara. Negara berkewajiban mempertahankan ideologi Pancasila serta melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia (Pembukaan UUD 1945: alenia-4). Berbagai langkah telah dilakukan oleh pemerintah dalam memerangi radikalisme ini, mulai dari UU tentang terorisme, pembentukan BNPT dan membubarkan ormas-ormas yang terindikasi berpaham radikal. Meskipun sudah ada usaha serius dari pemerintah, namun faktanya radikalisme dan terorisme masih menggurita di negeri ini.

Pemerintah kemudian mengenalkan Islam moderat dengan program moderasi beragama sebagai sarana untuk menangkal radikalisme. Program ini dilaksanakan oleh Kementrian Agama sebagai kementrian yang bertugas menjaga kehidupan beragama dan konteks kebangsaan. Program ini sangat strategis karena masalah radikalisme dan terorisme sangat terkait dengan pola pemahaman agama. Pola pemahaman agama yang cenderung tekstualis akan melahirkan Islam yang cenderung eksklusif dan fundamentalis. Pola pemahaman seperti ini sangat mudah dimasuki oleh paham-paham radikal yang menghalalkan jalan kekerasan untuk memperjuangkan ideologi mereka. Itulah sebabnya, pola pemahaman islam moderat dan rahmatan li al-‘alaminperlu digaungkan dan menjadi konsensus bersama. Moderasi beragama sangat dibutuhkan di Indonesia karena Indonesia negara yang multi etnis, budaya dan agama. Dalam realitas Indoensia yang multi kultural tersebut, maka dibutuhkan sikap saling menghormati, menghargai, moderat, toleran dan menghadirkan nilai-nilai kemaslahatan dalam kehidupan bersama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Gerakan moderasi beragama ini sangat sesuai dengan syari’at Islam dan maqashid syari’ah. Islam adalah agama perdamaian yang berfungsi sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahamatan li al-‘alamin). Sebagai agama terakhir yang diturunkan oleh Allah, maka Islam bersifat lengkap, sempurna dan bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan dan menolak maldarat/kerusakan. Hal ini bisa dilihat, mulai dari pengertian, ajaran maupun tujuan dari ajaran Islam itu sendiri.

Dilihat dari pengertian,Islam berasal dari kataaslama-yuslimu-islām,yang berarti“ketundukan” (ath-tha’ah wa al-Inqiyad, submission) kepada Allah untuk mencapai “keselamatan dan kedamaian” (salām), baik di dunia maupun di akhirat. Untuk mencapai keselamatan, maka umat Islam perlu memahami dan mengamalkan Islam secara komprehensif dan menyeluruh, baik bidang agama, alam (kosmos) mapun sosial (kosmis).Islam juga berarti “kedamaian/ perdamaian” (salam,peace), yaitu perdamaian dengan sesama manusia dan juga rasa kedamaian dengan Tuhan. Melihat pengertian ini, maka tidak ada tempat bagi Islam terhadap kaum radikal, karena Islam pada dasarnya adalah agama keselamatan, kedamaian dan ketundukan kepada Allah.

Dalam konteks hubungan antar manusia, maka Islam mengajarkan toleransi dan moderasi. Perbedaan adalah sunnatullah yang tidak bisa dipungkiri oleh siapapun. Oleh karenanya dibutuhkan sikap moderasi dan toleransi. Islam sangat menganjurkan moderasi dan toleransi karena manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku (multikultural). Dalam Alqur’an surah al-Hujarat ayat 13:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-sukusupaya kamu saling kenal mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Terkait dengan ajaran, maka banyak Alqur’an yang menjelaskan secara gamblang mengenai Islam agama perdamaian dan rahmatan li al-‘alaminini. Di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Surah al-Anbiya ayat 107وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ (Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam. Dalam tafsir ringkas Kemenag RI dinyatakan bahwa Tujuan Allah mengutus Nabi Muhammad membawa agama Islam bukan untuk membinasakan orang-orang kafir, melainkan untuk menciptakan perdamaian. Perlindungan, kedamaian, dan kasih sayang lahir dari ajaran dan pengamalan Islam yang baik dan benar. Dari ayat ini jelas bahwa ajaran Islam wajib mencerminkan ajaran kasih sayang dan cinta kepada seluruh alam. Konsekuensinya, jika ada aturan hukum yang tidak membawa rahmat bagi seluruh alam, maka perlu dikaji ulang dengan berbagai pendekatan. Kekerasan atas nama agama jelas bertentangan dengan prinsip agama ini sehingga perlu ditolak dan dikaji ulang.
  2. Nabi Muhammad diutus oleh Allah bertujuan untuk menyempurnakan akhlak bukan meniadakan akhlak dan tradisi yang ada. Artinya, akhlak yang sudah ada disempurnakan agar sesuai dengan nilai-nilai syari’at Islam. Hal ini terekam jelas dalam sebuah hadis yang artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR Al-Baihaqi dari Abu Hurairah). Akhlak adalah perilaku mulia yang dilakukan secara mudahkarena perilaku tersebut sudah melekat pada jiwa manusia. Akhlak yang diperjangankan oleh nabi Muhammad adalah akhlak yang muliayangakan menjadikan manusia sebagai makhluk terhormat.
  3. Nilai-nilai syariah yang ada dalam Alqur’an dan Hadis, termasuk interpretasinyaberkarakter menjunjung tinggi martabat (hurmah, dignity) dan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini terekam jelas dalam surah al-Isra’ (17) ayat 70.Nilai kemanusiaan adalah nilai yang dijunjung tinggi oleh Islam bahkan menjadi ruh dari hukum Islam. Bahkan agama Islam diturunkan ke muka bumi juga bertujuan untuk menjamin kemaslahatan manusia (li mashalih al-Ibad).
  4. Metodologi keilmuan, khususnya tafsir dan fikih bersifat moderat. Artinya, metodologi tersebut sangat mempertimbang beberapa aspek, baik nash maupun maqashid (Al-’ibrah bi al-maqashid wa al-alfazh ma’an). Metodologi secara umum berada di antara pemikiran yang ekstrim, yaitu pemikiran yang rasionalis-liberal dan pemikiran yang tekstualis-literal. Hal ini bisa dilihat dalam kaidah-kaidah tafsir dan ushul fikih yang digunakan oleh para ulama.
  5. Islam sangatmenghormati budaya lokal (al-’urf wa al-’adah). Tradisi-tradisi yang baik masih dipertahankan dan tidak perlu diberangus. Islam juga mengakomodir budaya Arab, seperti bahasa, tawaf, rajam dan lain sebagainya. Dalam Alqur’an juga dijelaskan bahwa para rasul diutus oleh Allah dengan menggunakan bahas kaumnya (lisanul Qaum, QS. Ibrahim (14):4). Bahkan kaidah menyatakan bahwa‘urfsama pentingnya dengan nash:Ats-Tsabit bi al-’urf ka ats-Tsabit bi an-Nash; Al-’Adah Muhakkamah. Mengingat teks tidak bisa dilepaskan dari konteks dan‘urfyang berkembang, maka penting memahami Islam dengan pendekatan sosiologis maupun antropologis agar bisa menangkap subtansi teks. Dengan metode seperti ini, maka akan lahir pemahaman Islam moderat.
  6. Islam mengajarkan umatnya agar bersikap toleran terhadap perbedaan, baik internal agama maupun dengan agama lain. QS. Al-Baqarah (2):256:La ikraha fi ad-din, dan QS. Al-Kafirun (109):6:Lakum dinukum wa liya ad-din. Islam menghargai bahwa masalah agama adalah masalah keyakinan yang menjadi hak asasi semua orang sehingga tidak boleh dipaksakan oleh siapapun dan dengan alasan apapun. Memaksakan agama kepada seseorang berarti melawan hak asasi dan otoritas Allah karena hidayah datangnya dari Allah bukan manusia.
  7. Islam juga mengajarkan penganutnya agar melakukan dakwah dengan baik dan kebijaksanaan. Hal ini sesuai dengan QS. An-Nahl (16):25 :Ud’u ila sabili rabbika bi al-hikmah wal mau’idhah al- Hasanah;QS al-Qashash (28):56:Innaka la tahdi man ahbabta walakinnallaha yahdi man yasya’;QS. Al-Ghasyiah (88); 21-22:Fa dzakkir innama anta mudzakkir. Lasta ‘alaihim bi mushaithir. Dakwah dengan kebaikan dan hikmah akan menjadikan orang yang kita dakwahi menjadirespectdengan Islam sehingga mereka akhirnya mau memeluk ajaran Islam. Hal ini berbeda jika dakwah yang digunakan dengan cara-cara kekerasan dan melanggar hukum. Cara-cara seperti ini justeru akan membuat umat yang beragama lain anti terhadap ajaran agama kita.
  8. Islam melarang menjelekkan kepercayaan dan agama orang lain, apalagi jika menyangkut masalah keyakinan. Larangan ini terekam jelas dalam Surah al-An’am ayat 108.
  9. Untuk menjamin moderasi, maka Islam juga memegangi dan menghormati konsensus yang telah disepakati oleh mayoritas (Ijma’), termasuk konsensus berbangsa dan bernegara. Konsensus adalah kesepakatan para ulama’ dalam mengijtihadi hukum atau mengambil kebijakan. Agar Islam jauh dari kepentingan kelompok maupun individual, maka Islam mengajarkan sikap moderasi dengan memegangi konsensus, termasuk dalam masalah kebangsaan dan kenegaraan.
  10. Islam juga memperbolehkan pengkajian ilmu-ilmu keislaman dengan berbagai pendekatan. Untuk menghasilkan Islam moderat, maka perlu menggunakan berbagai pendekatan (multidispliner) dalam memahami Islam dan dengan melibatkan berbagai dimensi keilmuan (ijtihad jama’i).
  11. Dalam konnteks kebangsaan, Islam hanya menggariskan nilai-nilai global universalnya saja, tidak menyebutkan nama sistem yang harus dianut oleh Islam. Artinya bahwa tidak ada kewajiban bagi umat Islam untuk menganut sistem tertentu. Terpenting adalah bagaimana sebuah negara menjamin nilai-nilai Islam serta menegakkan nilai-nilai sosial, politik maupun ekonomi. Indonesia adalah negara yang sangat berkomitmen menegakkan nilai-nilai tersebut serta telah mengakomodir dalam Pancasila dan UUD 1945. Pancasila dan UUD 1945 dengan NKRI nya hampir sama dengan Piagam Madinah dan Negara Madinah yang dibangun oleh Nabi SAW.Piagam Madinah merupakan kesepakatan dan konsensus penduduk Madinah yang terdiri dari berbagai suku dan agama untuk membentuk sebuah negara, yaitu Negara Madinah.
  12. Dalam negara Madinah, keimanan dan kebangsaan tidak dipertentangkan dan saling mendukung. Indonesia juga mempraktekkan hal tersebut, dimana keimanan dan kebangsaan tidak dipertentangkan, bahkan kebangsaan dapat menjadi bagian dari keimanan. Kedua hal tersebut satu sama lain saling mendukung dan tidak bisa dipisahkan.
  13. Anggapan bahwa Islam identik dengan agama kekerasan dan peperangan jelas keliru karena Islam memperbolehkan peperangan hanya dalam konteks membela kehormatan, bukan untuk menyerang kelompok atau agama lain dengan tujuan menguasai. Hal ini dijelaskan dalam Alqur’an sebagai berikut:(Q.S. Al-Mumtahanah (60): 8-9).Al-Qur`an, misalnya, menyatakan : “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu.Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”Ayat-ayat lain juga menyatakan: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” Q.S. Al-Baqarah (2): 190, dan “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” Q.S. Al-Hajj (22): 39.Sementara, apabila kelompok yang memusuhi itu kemudian mengajak berdamai, maka perdamaian itulah yang harus dipilih oleh umat Islam: ”Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Q.S. Al-Anfāl (8): 62).

Dari berbagai penjelasan di atas, maka jelaslah bahwa Islam adalah agama yang toleran, cinta damai, kasih sayang, moderat serta diturunkan demi menegakkan kemaslahatan dan menolak kemadlaratan/bahaya. Dalam konteks tujuan diturunkannya syari’at ke muka bumi, maka Islam bertujuan untuk menjaga agama, jiwa, akal, harta dan keturunan. Tujuan ini sangat sesuai dengan konsepsi HAM, demokrasi dan kesetaraan gender. Mempertentangkan antara Islam dengan negara bangsa, demokrasi dan HAM adalah perbuatan yang melawan ajaran agama itu sendiri sehingga perlu diluruskan.

Negara, dalam hal ini kementrian agama sudah tepat melakukan program besar moderasi beragama karena agama selama ini banyak dipahami secara sempit dan tekstual. Akibatnya agama tidak menjadi solusi bagi kehidupan manusia dalam seluruh aspek kehidupan tetapi malah menjadi monster yang menakutkan orang/kelompok lain.

Kolom Terkait

Kolom Terpopuler