Peran Media Sosial dalam Penegakan Hukum di Indonesia
PERAN MEDIA SOSIAL DALAM MENDORONG PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA
(Fenomena Flexing Mencabut Tahta Pejabat)
Agung Wibowo, SH., M.Kn
Mahasiswa Program Doktor (S3) Ilmu Syari'ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Hampir semua orang dengan berbagai latar belakang pendidikan, tingkat sosial, tingkat kesejahteraan dan lain sebagainya memiliki alat komunikasi berupa handphone (gadget). Tujuan utama memiliki handphone adalah untuk komunikasi, namun demikian dengan adanya berbagai macam fitur yang ada di dalam handphone tersebut memudahkan orang untuk mengakses informasi dan melakukan kegiatan interaksi sosial melalui berbagai macam fitur media sosial yang ada dan berkembang saat ini.
Keberadaan media sosial tersebut saat ini memberikan pengaruh positif dan negatif. Sisi positif dari adanya media sosial terutama bagi para pengguna yang memanfaatkan keberadaannya tersebut untuk saling bertukar informasi yang berguna untuk mendukung aktifitas sehari-hari dengan berbagai macam latar belakang para pengguna tersebut. Namun ada juga sebagian mayarakat yang memanfaatkan media sosial tersebut untuk ajang pamer (flexing). Seolah-olah ingin menunjukkan kepada orang lain akan keberadaannya saat ini terutama strata sosial, kedudukan, pangkat, jabatan, dan harta yang dimiliki. Kata flexing yang populer akhir-akhir ini bermakna memamerkan atau melebih-lebihkan harta kekayaan. Menurut Cambridge Dictionary, flexing adalah sikap seseorang yang sangat bangga dan senang dengan sesuatu yang dimiliki dengan cara memamerkan yang membuat orang lain kesal.
Fenomena flexing di dalam media sosial oleh beberapa orang pengguna media sosial yang akhir-akhir ini terjadi rupa-rupanya juga memberikan dampak positif terhadap penegakan hukum di Indonesia. Terutama terhadap penegakan hukum kasus korupsi yang semakin menggila dan merajalela di negeri ini. Mungkin masih segar dalam ingatan kita bahwa akibat dari adanya flexing oleh seorang anak pejabat yang mempertontonkan budaya hidup hedon di media sosial dan kemudian mendapat sorotan berupa komentar negatif dari para pengguna media sosial (netizen) dan kemudian hal ini menjadi pendorong bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melalukan penyelidikan guna menemukan bukti-bukti permulaan yang cukup tentang asal-usul harta yang dipamerkan tersebut. Akhirnya pejabat tersebut sudah ditetapkan menjadi tersangka dan telah ditahan.
Realitas tersebut kemudian menjadi momok bagi para pengguna media sosial terutama keluarga maupun seorang pejabat yang seringkali melakukan flexing. Mereka beramai-rami menghapus unggahan di media sosial terhadap pamer harta yang selama ini mereka lakukan. Namun patut diingat bahwa jejak digital tidak bisa dihapus. Fenomena flexing juga menjadi perhatian Presiden Jokowi yang memberikan teguran agar para pejabat melakukan hidup sederhana dan tidak memamerkan hartanya.
Dalam Islam tindakan sombong dan memamerkan harta sangat dibenci oleh Allah SWT. Hal ini dapat kita temukan ketentuan-ketentuan dalam Al-Quran yang melarang umat Islam untuk tidak melakukan hidup berlebih-lebihan dan pamer harta. Dalam QS. Al-Luqman Ayat 18 dijelaskan:
“ Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”
Demikian juga dalam QS. Al-Araf ayat 31 dijelaskan:
"Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan."
Dalam QS. At-Takatsur 1-8 juga dijelaskan:
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu). Kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui. Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti. Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim. Kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri.Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu)”.
Sangat jelas sekali bahwa Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri atau berlebih-lebihan. Bahkan dengan masih banyaknya masyarakat Indonesia yang masih di bawah garis kemiskinan, maka menyombongkan diri di media sosial sangat melukai hati dan perasaan mereka. Apalagi harta tersebut diperoleh dengan cara melawan hukum atau korupsi. Pada bulan Ramadhan ini mestinya bagi mereka yang memiliki harta berlebih saatnya untuk banyak bersedekah agar memperoleh kebaikan dan balasan pahala yang berlipat dari Allah SWT.
Penegakan hukum di Indonesia terhadap kasus korupsi saat ini mengalami kemunduran bahkan terkesan tebang pilih. Di sisi lain, korupsi merajalela dimana-mana bahkan dalam segala aspek. Penegakan hukum tidak hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yakni Hakim, Jaksa, Advokat dan Polisi, namun peran masyarakat sangat penting untuk mengawasi penegakan hukum di Indonesia. Bahkan kasus-kasus besar di Indonesia sering terungkap karena peran media sosial yang memberikan informasi tentang adanya dugaan perbuatan melawan hukum yang belum disentuh oleh lembaga penegak hukum di Indonesia. Dengan adanya arus kencang kontrol sosial oleh masyarakat tersebut sangat terasa bahwa media sosial membantu masyarakat untuk menyuarakan, menilai dan memberikan apresiasi terhadappenegakan hukum di Indonesia.
Peran media sosial dalam penegakan hukum di Indonesia juga harus memperhatikan dari subyek pengguna media sosial itu sendiri. Artinya bahwa pengguna media sosial juga tidak boleh memberikan informasi yang tidak benar atau hoaks. Saat berinteraksi dengan pengguna media sosial lainnya kita harus memperhatikan bagaimana cara berinteraksi serta dampak negatif dari interaksi yang terjadi, misalnya penggunaan comment (memberi komentar), like (memberikan tanda suka) dan emotion (memberikan tanda bergambar/emoji). Tentu kita harus berpikir akibat dari interaksi tersebut, misalnya akibat dari memberikan komentar yang kita tuliskan, akibat memberikan tanda suka yang kita lakukan bahkan akibat memberi tanda gambar atau emoji riang, tertawa, sedih, kecewa dan lain sebagainya.
Dengan adanya media sosial ini membantu masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran hukum untuk to complay atau to confirm, artinya masyarakat memberikan kontrol perilaku secara formal atau lahiriyahterhadap peristiwa-peristiwa sosial atau perilaku-perilaku yang dianggap menyimpang dari norma hukum. Kekuatan kesadaran hukum secara asosiatif oleh para pengguna media sosial ini terbukti ampuh untuk mendorong para penegak hukum untuk bekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kesadaran hukum akan memotivasimasyarakat untuk secara sukarela menyesuaikan segala perilakunya kepada ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undagnan yang berlaku. Ketaatan pada hukum oleh setiap warga negara, khususnya dalam konteks tulisan ini, adalah setiap penyelenggara negara menjadi hal yang wajib dilaksanakan. Tujuannya agar segala kebijakan atau tindakan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian kepada masyarakat.
Akhirnya dari tulisan yang pendek ini penulis ingin menunjukan bahwa moral hukum harus dijunjung tinggi oleh setiap warga negara di republik ini dalam perannya masing-masing. Tujuan hukum yang memberikan kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum haruslah tetap terjaga. Peran masyarakat dalam memberikan kontrol terhadap penegakan hukum di Indonesia tidak boleh berhenti dan terhenti oleh karena tekanan apapun dan oleh siapapun. Peran media sosial dalam penegakan hukum di Indonesiake depan sangat diperlukan sebagai ruang untuk to complay atau to confirm oleh masyarakat.