Praktik Hukum Acara Perdata di Pengadilan

A Hashfi Luthfi menjadi narsum workshop
PRAKTIK HUKUM ACARA PERDATA DI PENGADILAN
Fungsi hukum acara perdata adalah melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil dengan perantaraan kekuasaan negara (peradilan). Sifat hukum acara perdata adalah adanya perkara bergantung pada inisiatif penggugat. Oleh karena itu asas hukum acara perdata adalah:(1) Hakim bersifat menunggu, yaitu inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnyakepada yang berkepentingan; (2) Hakim pasif, hakim tidak menentukan luas pokok perakara, hakim tidak boleh menambah ataumenguranginya; (3) Mendengar kedua belah pihak,kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak memihak dan didengar bersama-sama; (4) Putusan harus disertai alasan-alasanyang dijadikan dasar untuk mengadili; (5) Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum; (6) Beracara dikenakan biaya,meliputi biaya kepaniteraan danbiaya panggilan, pemberitahuan para pihak serta biaya meterai. Dalam praktek dibayar dimuka pada saat pendaftaran yang disebut dengan “panjar perkara”; dan (7) Tidak ada keharusan mewakilkan, pemeriksaan di persidangan terjadi secara langsung terhadap para pihak yang berkepentingan. Akan tetapi apabila dikehendaki, para pihak dapat dibantu atau diwakilkan oleh kuasanya.
Demikian penjelasan yang disampaikan oleh A. Hashfi Luthfi, M.H, C.L.A, C.M, mahasiswa Program Doktor Ilmu Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, pada Workshop Simulasi Sidang Semu: Pelatihan Beracara di Pengadilan. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus pada hari Rabu, tanggal 18 Mei 2022 dari jam 09.00 – selesai. Acara ini dilaksanakan secara luring di Gedung Multimedia Lt 1 IAIN Kudus.
Menurut Hashfi, yang juga menjadi Sekretaris Prodi Hukum Ekonomi Syariah (HES) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, terdapat2 perkara yang diajukan ke pengadilan.yaitugugatan dan permohonan. Perkara gugatan terdapat 2 pihak yaitu penggugat dan tergugat dan terdapat sengketa atau konflik yang diajukan. Perkara permohonan diajukan oleh seorang pemohon atau lebih secara bersama-sama dan tidak ada sengketa atau konflik di dalamnya.
Gugatan pada prinsipnya didefinisikan merupakan tuntutan hukum guna pemenuhan hak dan kewajiban tertentu. Tujuannya adalah untukmemperoleh perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah main Hakim sendiri (eigenrichting). Gugatan harus memenuhi syarat formil dan syarat materiil. Secara formil,gugatanharus memuat: (1) Tempat, tanggal pembuatan gugatan; dan (2) ditandatangani oleh pihak yang mengajukan (partijmateriil) atau kuasa hukumnya (partijformil) diatas materai secukupnya (Rp.10.000) yang diberi tanggal.Secara materiil,gugatanharus memuat:(1) Persona Standi on Judicio (identitas jelas semua pihak dalam gugatan, baik itu Penggugat maupun Tergugat). Dalam bagian ini minimal harus memuat nama lengkap, pekerjaan, dan alamat dari masing-masing pihak; (2) Posita/Fundamentum Petendi (dalil-dalil gugatan). Dalam bagian ini harus diuraikan secara rinci dan sistimatis tentang: fakta-fakta perbuatan, peristiwa dan/atau kerugian yang dialami, dan fakta-fakta dan dasar hukum dengan menunjuk sifat melawan hukum, ketentuan hukum ataupun asas-asas hukum mana saja yang sudah dilanggar berdasarkan fakta-fakta perbuatan atau peristiwa; (3) Petitum (tuntutan), bagian ini dapat merangkum semua tuntutanhukum untuk diputuskan oleh Majelis Hakim agar dipenuhi oleh Tergugat. Disini tuntutan dapat dinyatakan sepanjang tuntutan itu sudah diuraikan sebelumnya dalam bagian posita dan berdasarkan hukum, serta tidak melawan hak.
Hasfi juga menjelaskan bahwa dalam pengajuan gugatan pihak penggugat dapat mengajukan permohonan sita jaminan (beslag).Penyitaan pada prinsipnya dapat diletakan baik itu terhadap benda bergerak maupun tidak bergerak guna menjamin pelaksanaan putusan. Hakim harus berusaha mendamaikan para pihak pada persidangan pertama. Apabila terjadi perdamaian, maka harus dinyatakan dalam surat perjanjian dibawah tangan yang ditulis di atas kertas bermeterai. Surat ini sebagai dasar bagi hakim menjatuhkan putusan, yang isinya menghukum kedua belah pihak untuk memenuhi isi perdamaian yang telah dibuat diantara para pihak.
Pihak tergugat dapat menjawab baik secara lisan maupun tertulis. Bentuk jawaban tersebut dapat berupa pengakuan atau bantahan (eksepsi atau sangkalan). Akibat hukum dari adanya jawaban adalah penggugat tidak diperkenankan mencabut gugatannya, kecuali dengan persetujuan tergugat.
Proses beracara selanjutnya adalah pembuktian. Baik penggugat maupun tergugat dapat dibebani dengan pembuktian, terutama penggugat wajib membuktikan peristiwa yang diajukannya, sedang tergugat berkewajiban membuktikan bantahannya. Macam-macam alat bukti dalam hukum acara perdata adalah: alat bukti tertulis, Saksi-saksi, Persangkaan, Pengakuan (Bekentenis Confession), dan Sumpah. Alat bukti lainnya dapat berupa Pemeriksaan setempat (descente) dan Keterangan Ahli (Expertise).
Tahap akhir adalah putusan. Putusan Hakim adalah suatu pernyataan hakim yang diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Putusan hakim ini ditindaklanjuti dengan eksekusi. Pelaksanaan Putusan/Eksekusi padahakekatnya adalah realisasi daripada kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut.
Terhadap putusan hakim, para pihak memiliki hak melakukan upaya hukum untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan. Upaya hukum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu upaya hukum biasa (perlawanan/verzet, banding, kasasi) dan upaya hukum istimewa (peninjauan kembali/request civil, perlawanan pihak ketiga/derdenverzet).