Menelisik LGBT Melalui Perspektif Hukum

MENELISIK LGBT MELALUI PERSPEKTIF HUKUM

Negara memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan hak asasi semua warga negara Indonesia tanpa membedakan suku, agama, termasuk kaum minoritas dan kelompok rentan termasuk LGBT. Perlindungan yang harus dijamin dan diberikan dalam konteks LGBT ini dari perspektif HAM adalah perlindungan hak asasi mereka dalam bentuk “jaminan kesehatan, perawatan dan pengobatan untuk bisa sembuh dari penyakit LGBT” dan “bukan perlindungan HAM dalam konteks pengakuan atau melegalkan terhadap orientasi seksual mereka”. Misalnya dengan memfasilitasi proses penyembuhan dan pemulihan, mendirikan tempat sebagai basis ‘healing centre’, bimbingan dari berbagai ahli dengan berbagai metode penyembuhan, seperti terapi psikologi, terapi behavior, bimbingan spiritual, agama, dan sebagainya.

Pernyataan di atas disampaikan oleh Agus Suprianto, SH., SHI., MSI., CM, candidat Doktor dari Program Doktor Ilmu Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, pada Webinar Nasional dengan tema “Gen Z Thinking: Menelisik LGBT Melalui Perspektif Hukum, Psikologi, Agama dan Seksualitas”. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal 5 Juni 2022, mulai jam 08.00 hingga selesai. Webinar ini diselenggarakan secara online melalui Zoom Meeting oleh Law Debate Community dan Mata Pena Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung.Sebagai narasumber dalam kegiatan ini, Agus Suprianto, yang juga berprofesi sebagai Advokat – Mediator Firma Hukum TNC & Friends, Dosen Hukum STAI Yogyakarta menyampaikan makalah dengan tema “Gen Z Thinking : Menilik LGBT melalui Perspektif Hukum”. Selain Agus Suprianto, kegiatan ini juga menghadirkan narasumber lain, yaitu: Dr. Abdul Qadir Zaelani, S.H, M.H (Dosen UIN Raden Lampung), Ana Yunita Pratiwi, M.Pd (Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi DAMAR), dan Cindani Trika Kusuma, S.Psi, M.Psi (Psikolog Klinis).

Menurut Agus Suprianto, LGBT merupakan orientasi seksual yang menyimpang.Homoseksual merupakan orientasi atau pilihan dari seseorang yang ditujukan pada individu atau beberapa individu dengan jenis kelamin sama. Homoseksual wanita disebut “Lesbian” dan homoseksual pria disebut “Gay”. Sementara “Biseksual” adalah seseorang yang tertarik kepada dua jenis kelamin sekaligus, tertarik kepada laki-laki dan juga perempuan. Kemudian “Transgender” adalah istilah berperilaku atau penampilan tidak sesuai dengan jenis kelamin, misalnya laki-laki tetapi bertingkah laku perempuan, berpakaian seperti pakaian perempuan, atau sebaliknya perempuan bertingkah laku seperti laki-laki dan berpenampilan seperti laki-laki. Sedangkan “Transeksualberbeda dengan transgender,yaitu merasa dirinya terjebak pada tubuh yang salah.

Terhadap pelaku LGBT, publik terjadi polarisasi sikap. Banyak kajian yang dilakukan oleh para akademisi dan aktivis HAM yang menghasilkan perbedaan sikap terhadap kaum LGBT. Banyak pihak yang menolak perilaku seksual menyimpang tersebut dan tidak sedikit pula yang bersedia menerima, sehingga pelaku LGBT harus diberikan perlindungan dari sisi Hak Asasi Manusia.

Disampaikan oleh Agus, hukum Negara Indonesia melarang pernikahan sesama jenis. Konstitusi UUD RI 1945, Pasal 28B menjelaskan bahwa “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”. Pernikahan dianggap sah jika dilaksanakan berdasarkan ketentuan agama dan Undang-undang. Regulasi perkawinan diatur dengan UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 1 ayat (1) berbunyi “perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pasal 2 ayat (2) berbunyi “perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”.

Apabila terjadi pernikahan sesama jenis atau konteks LGBT, maka diancam dengan delik tindak pidana Pasal 279 KUHP ayat (1), yang berbunyi : “diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun yaitu : (a).barangsiapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang ada terdapat penghalang yang sah untuk itu; (b).barangsiapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu.” Kesamaan jenis kelamin adalah penghalang pernikahan dan tidak akan melahirkan keturunan. Sehingga seandainya pelaku dari kaum LGBT melakukan perilaku seksual menyimpang, bukan untuk menikah, pasti penolakan publik semakin menguat, karena secara moral, etika, nilai agama, dan ketertiban masyarakat, hubungan seksual LGBT menyimpang dari fitrahnya.

Liputan Terpopuler