Penyelesaian Sengketa Keuangan Digital

Pelaksanaan Kegiatan Kuliah Tamu Prodi HES UIN Malang
INOVASI KEUANGAN DIGITAL: POTENSI SENGKETA DAN PENYELESAIANNYA
Salah satu persoalan yang paling mengemuka dalam masyarakat saat ini adalah:pertama,tingginya angka ‘pinjaman tidak lancar’ atau menunggak 30 sampai dengan 90 hari sebesar 1,7 triliyun, dankedua‘pinjaman lancar namun terlambat’ atau terlambat sampai dengan 30 hari sebesar 23,92 triliyun. Kedua kategori kondisi kredit tersebut di atas tercatat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana yang dilansir oleh CCN-Indonesia pada pertengahan tahun 2021. Besaran tersebut berasal dari 18,84 juta rekening perorangan dan 2.350 rekening perusahaan. Total outstanding pinjaman yang dikucurkan oleh fintech mencapai Rp. 26,09 triliyun.
Demikian paparan yang disampaikan oleh Dr. H. Abdul Mujib, M.Ag, Dosen sekaligus Sekretaris Program Doktor Ilmu Syariah, Faklutas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dalam acara Kuliah Tamu dengan tema“Sengketa Keuangan Digital dan Alternatif Penyelesaiannya. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Program Studi Hukum Ekonomi Syariah,Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, pada hari Rabu, tanggal 15 juni 2022, mulai jam 08.00 – 12.00 WIB. Kegiatan yang diselenggarakan secara luring ini bertempat di Ruang meeting Fakultas Syariah UIN Malang dan dibuka oleh Dekan Fakultas Syariah, Dr. Sudirman, M.A. Acara kuliah tamu ini juga menghadirkan narasumber lain, yaitu Dwi Hidayatul Firdaus, S.HI, M.Si, Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Menurut Dr. Abdul Mujib,perkembangan bisnis modern khususnya di era society 5.0 saat ini terus merambah kepada berbagai aspek bisnis dalam masyarakat, tidak terkecuali dengan bisnis keuangan. Dalam konteks era society 5.0, di mana seluruh aktifitas manusia terkoneksi dengan teknologi, demikian pula dengan aktifitas bisnis jasa keuangan. Sebagai sebuah entitas baru dalam sektor jasa layanan keuangan, Inovasi keuangan digital (IKD) memberikan kontribusi persoalan hukum yang sangat signifikan dalam masyarakat. Industri keuangan menjadi salah satu sector bisnis yang ikut menggunakan peluang inovasi ini. Saatini industri jasa keuangan digital sudah sangat mudah ditemui. Lembaga-lembaga keuangan bank dan non-bank berlomba-lomba menawarkan produk inovasi ini.
Dari aspek hukum, sebagai sebuah entitas layanan keuangan, maka seluruh aktifitas IKD harus tunduk kepada pengaturan yang telah ditetapkan di dalamPeraturan OJK Nomor 13/POJK.02/2018 Tentang Inovasi Keuangan Digital. Pengaturan ini untuk memastikan semua aktifitas dapat dipertanggung jawabkan dan terkontrol serta dapat bekerja secara maksimal dalam memberikan layanan keuangan digitak kepada masyarakat
Ruang Lingkup IKD meliputi penyelesaian transaksi (settlement), penghimpunan modal (equity crowd funding, virtual exchange & smart contract, alternative due dilligence), pengelolaan investasi (advance algorithm, cloud computing, capabilities sharing, open source information technology, automated advice & management, social trading, retail algorithmic trading), penghimpunan dan penyaluran dana (alternative adjudication, virtual technologies, mobile 3.0, third party application programming interface), perasuransian (sharing economy, autonomous vehicle, digital distribution, securitization & hedge fund), pendukung pasar (artificial intelegence/machine learning, machine readble news, social sentiment, big data, market information platform, automated data collection & analysis), pendukung keuangan digital lainnya (social/eco crowdfunding, Islamic digital financing, e-waqf, e-zakat, robo advise, & credit scoring), dan aktivitas jasa keuangan lainnya (invoice trading, voucher token, blockchain products).
Untuk menjadi IKD maka penyelenggara harus memenuhi kriteria, diantaranya: bersifat inovatif dan berorientasi ke depan, menggunakan teknologi informasi dan komunikasi sebagai sarana utama pemberian layanan kepada konsumen di sektor jasa keuangan, mendukung inklusi dan literasi keuangan; bermanfaat dan dapat dipergunakan secara luas, dapat diintegrasikan pada layanan keuanganyang telah ada, menggunakan pendekatan kolaboratif, dan memperhatikan aspekperlindungan konsumensertaperlindungan data.
Penyelenggara IKD wajib menerapkan prinsip pemantauan secara mandiri, menginventarisasi risiko utama, menyusun laporanrisk self assessmentsecara bulanan, dan memiliki perangkat yang dapat meningkatkan efisiensi dan kepatuhan atas proses pemantauan yang dilakukan oleh OJK.Penyelenggara wajib menerapkan prinsip dasar perlindungan konsumen yaitu (a) transparansi, (b) perlakuan yang adil, (c) keandalan, (d) kerahasiaan dan keamanan data/informasi konsumen, dan (e) penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau.
Bentuk Sengketa dalam IKD biasanya terjadi : (1) Antara investor (Pemberi Pinjaman) dengan debitor (Penerima Pinjaman); (2)Antara investor (Pemberi Pinjaman) dengan penyelenggara IKD; dan (3)Antara debitor (Penerima Pinjaman) dengan penyelenggara IKD. Sengketa pada umumnya dipicu adanya ketidakpatuhan terhadap kontrak yang telah disepakati para pihak. Alternatif penyelesaian yang dapat ditempuh adalahmelalui jalur litigasi (pengadilan) maupun non-litigasi (di luar pengadilan). Lembaga Penyelesaian Sengketa Keuangan diatur dalam Peraturan OJK Nomor 61 /POJK.07/2020 Tentang Lembaga Penyelesaian Sengketa Sektor Jalur Keuangan.Lembaga ini melakukan penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan di luar pengadilan.