Inovasi Keuangan Digital: Potensi Sengketa dan Penyelesaiannya

INOVASI KEUANGAN DIGITAL: POTENSI SENGKETA DAN PENYELESAIANNYA

Perkembangan bisnis modern khususnya di era society 5.0 saat ini terus merambah kepada berbagai aspek bisnis dalam masyarakat, tidak terkecuali dengan bisnis keuangan. Dalam konteks era society 5.0, di mana seluruh aktifitas manusia terkoneksi dengan teknologi, demikian pula dengan aktifitas bisnis jasa keuangan. Sebagai sebuah entitas baru dalam sektor jasa layanan keuangan, Inovasi Keuangan Digital (IKD), memberikan kontribusi persoalan hukum yang sangat signifikan dalam masyarakat.

Demikian pemaparan yang disampaikan oleh Dr. H. Abdul Mujib, M.Ag, dosen Prodi Doktor Ilmu Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, ketika menjadi narasumber pada Kuliah Tamu di Prodi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah IAIN Manado. Kegiatan ini berlangsung secara luring pada hari Kamis, 27 Oktober 2022, mulai pukul 09.00 – 12.30 WITA. Dalam kegiatan yang berlangsung di Gedung Teater Lantai 4 Fakultas Syariah IAIN Manado ini, Dr. Abdul Mujib menyampaikan paper dengan judul Inovasi Keuangan Digital: Potensi Sengketa dan Penyelesaiannya.

Menurut Dr. Abdul Mujib, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Prodi Doktor Ilmu Syariah, era Society 5.0 menyebabkan banyaknya berbagai bentuk aktifitas bisnis yang berlomba melakukan inovasi dengan menggunakan kecanggihan teknologi. Industri keuangan menjadi salah satu sektor bisnis yang ikut menggunakan peluang inovasi ini. Lembaga-lembaga keuangan bank dan non-bank berlomba-lomba menawarkan produk inovasi ini.

Di sisi lain, muncul persoalan sebagai akibat inovasi lembaga keuangan, yaitu tingginya angka ‘pinjaman tidak lancar’ atau menunggak 30 sampai dengan 90 hari dan ‘pinjaman lancar namun terlambat’ atau terlambat sampai dengan 30 hari. Kedua katagori kondisi kredit tersebut di atas tercatat oleh Otoritas Jasa Keuangan. Untuk kategori pertama tercatat sebesar 1,7 Triliyun, sedangkan angka untuk katagori kedua sebesar Rp. 23,92 Triliyun pada pertengahan tahun 2021. Besaran tersebut berasal dari 18,84 juta rekening perorangan dan 2.350 rekening perusahaan. Total Outstanding pinjaman yang dikucurkan oleh fintech mencapai Rp. 26,09 triliyun.

Dr. Abdul Mujib melanjutkan, bahwa sebagai sebuah entitas layanan keuangan, maka seluruh aktifitasnya harus tunduk kepada pengaturan yang telah ditetapkan di dalamPeraturan OJK Nomor 13/POJK.02/2018 Tentang Inovasi Keuangan Digital. Pengaturan ini untuk memastikan semua aktifitas dapat dipertanggung jawabkan dan terkontrol serta dapat bekerja secara maksimal dalam memberikan layanan keuangan digital kepada masyarakat.

Untuk menjadi IKD maka penyelenggara harus memenuhi kriteria, diantaranya bersifat inovatif dan berorientasi ke depan; menggunakan teknologi informasi dan komunikasi sebagai sarana utama pemberian layanan kepada konsumen di sektor jasa keuangan; mendukung inklusi dan literasi keuangan; bermanfaat dan dapat dipergunakan secara luas; dapat diintegrasikan padalayanan keuanganyang telah ada; menggunakan pendekatan kolaboratif; dan memperhatikan aspekperlindungan konsumensertaperlindungan data.

Penyelenggara IKD wajib menerapkan prinsip pemantauan secara mandiri, menginventarisasi risiko utama, menyusun laporan risk self assessment secara bulanan, dan memiliki perangkat yang dapat meningkatkan efisiensi dan kepatuhan atas proses pemantauan yang dilakukan oleh OJK.Penyelenggara juga wajib menerapkan prinsip dasar perlindungan konsumen yaitu (a) transparansi, (b) perlakuan yang adil, (c) keandalan, (d) kerahasiaan dan keamanan data/informasi konsumen, dan (e) penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau.

Bentuk sengketa dalam IKD dapat terjadi: antara investor (Pemberi Pinjaman) dengan debitor (Penerima Pinjaman), antara investor (Pemberi Pinjaman) dengan penyelenggara IKD, antara debitor (Penerima Pinjaman) dengan penyelenggara IKD.Sengketa pada umumnya dipicu adanya ketidakpatuhan terhadap kontrak yang telah disepakati para pihak.Alternatif penyelesaian dapat dilakukan dengan: (1)Penyelesaian sengketa IKD dapat dilakukan melalui jalur litigasi (pengadilan) maupun non-litigasi (di luar pengadilan); (2)Lembaga Penyelesaian Sengketa Keuangan diatur dalam Peraturan OJK Nomor 61 /POJK.07/2020 Tentang Lembaga Penyelesaian Sengketa Sektor Jalur Keuangan; dan (3)danlembaga yang melakukan penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan di luar pengadilan.

Liputan Terpopuler