Dialektika Sains dan Agama dalam Fatwa MUI

DIALEKTIKA SAINS DAN AGAMA DALAM FATWA-FATWA MUI TENTANG MEDIS

Fatwa yang merupakan produk hukum Islam harus mendasarkan pada ketentuan wahyu di satu sisi dan mempertimbangkan realitas di sisi yang lain. Dalam fatwa-fatwa MUI tentang medis (pengobatan, kesehatan, dan kedokteran), terjadi dialog antara wahyu dan sains dalam penetapan hukumnya. Fatwa-fatwa MUI tentang medis memiliki dua tipologi, yaitu fatwa umum dan fatwa khusus. Fatwa umum bertujuan untuk memberikan pedoman bagi umat Islam dalam pelaksanaan suatu perbuatan, sedangkan fatwa khusus bertujuan memberikan status kehalalan atau keharaman suatu produk sains.

Beberapa fatwa yang isinya memberikan panduan hukum secara umum antara lain: Fatwa tentang Penggunaan mikroba dan produk microbial (Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2010), Fatwa tentang obat dan pengobatan (Fatwa MUI No. 30 Tahun 2013), Fatwa tentang rekayasa genetika dan produknya (Fatwa MUI No. 35 Tahun 2013), Fatwa tentang imunisasi (Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2016), Fatwa tentang penggunaan alcohol dan etanol dalam obat (Fatwa MUI Nomor 40 Tahun 2018), Fatwa tentang penggunaan plasma darah utuk bahan obat (Fatwa MUI Nomor 45 Tahun 2018), Fatwa tentang transplantasi, dari pendonor mati (Fatwa MUI Nomor 12 Tahun 2019), Fatwa tentang transplantasi dari pendonor hidup (Fatwa MUI Nomor 13 Tahun 2019),Fatwa tentang Penggunaan Human Diploid Cell untuk Bahan Produksi Obat dan Vaksin (Fatwa MUI nomor 001/MUNAS X/MUI/XI/2020), Fatwa tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid 19, (Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020),Fatwa tentang Hukum Vaksinasi Covid-19 Saat Berpuasa (Fatwa MUI Nomor 13 Tahun 2021), dan Fatwa tentang Hukum Tes Swab untuk Deteksi Covid 19 Saat Berpuasa (Fatwa MUI nomor 23 tahun 2021).

Fatwa dengan tipologi ini memiliki ciri-ciri antara lain: (1)ketetapan hukumnya memberikan guidance suatu perbuatan/kebijakan; (2) tidak melibatkan ahli sains dalam penetapan hukumnya; (3) penerbitannya merespon kebijakan pemerintah dan atau memberikan kepastian hukum bagi umat Islam.

Fatwa jenis kedua adalah fatwa yang isinya memberikan ketetapan hukum suatu produk. Menetapkan hukum terhadap kasus khusus. Fatwa-fatwa MUI yang termasuk dalam kategori ini adalah: Fatwa tentang: Vaksin Meningitis (Fatwa MUI Nomor 6 Tahun 2010), Fatwa tentang Vaksin Influenza (Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2017), Fatwa tentang Vaksin MR (Meases Rubella) Produk Serum Institute of India untuk Imunisasi (Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018), Fatwa tentang Vaksin Covid-19 Dari Sinovac (Fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2021), Fatwa tentang Vaksin Covid-19 Produk AstraZeneca (Fatwa MUI nomor 14 tahun 2021), Fatwa tentang Vaksin Covid-19 Produk Sinopharm (Fatwa MUI nomor 27 tahun 2021), Fatwa tentang Vaksin Covid-19 Produk Pfizer (Fatwa MUI nomor 48 tahun 2021), dan Fatwa tentang Vaksin Covid-19 Dari Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical. (Fatwa MUI Nomor 53 Tahun 2021).

Berbeda dengan fatwa kategori yang pertama, fatwa-fatwa ini memiliki ciri tersendiri, yaitu: (1) terbitnya fatwa ini berdasarkan permintaan, baik dari pemerintah maupun perusahaan; (2) fatwa berisi tentang keputusan hukum (halal/ haram/mubah dharury); (3) dalam proses perumusan fatwa melibatkan ahli sains dan pemerintah.

Demikian paparan yang disampaikan oleh Dr. Ali Sodiqin, M.Ag, Ketua Program Doktor Ilmu Syariah sekaligus Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, ketika menjadi presenter dalam acara 6thAnnual Conference on Fatwa MUI Studies. Kegiatan ini dilaksanakan selama tiga hari, dari tanggal 26-28 Juli 2022 di The Sultan Hotel & Residence Jakarta. Kegiatan yang merupakan bagian dari rangkaian Milad Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke 47 ini diikuti oleh para peneliti, akademisi, dan ulama dari seluruh Indonesia. Dalam konferensi tersebut, Ali Sodiqin mempresentasikan paper yang berjudul “Dialektika Sains dan Agama dalam Fatwa-Fatwa MUI tentang Medis”. Objek kajiannya adalah Fatwa-fatwa MUI yang berhubungan dengan pengobatan, kesehatan, dan kedokteran yang diterbutkan MUI mulai tahun 2010-2021.

Menurut Ali Sodiqin, dalam fatwa-fatwa tentang medis terjadi dialektika antara nash dan sains yang dapat dikategorikan dalam dua model, yaitu Hukum Islam memandu sains dan Sains memandu hukum Islam. Model pertama berlaku pada fatwa yang bertujuan memberikan pedoman umum bagi masyarakat.Ijtihad dalam model ini bersifat deduktif atau istidlali. Ketentuan-ketentuan di dalam nash, kaidah-kaidah fikih yang mu’tabar, dan pendapat ulama fikih menjadi dasar dalam penetapan hukum. Keberadaan sains dalam fatwa jenis ini adalah sebagai pertimbangan hukum, dimana saains harus tunduk pada ketentuan nash.

Model dialektika yang kedua terdapat pada fatwa yang memiliki tujuan khusus, sepertidalam fatwa-fatwa tentang vaksin, seperti vaksin meningitis, influenza, meases rubella, covid-19.Pandangan ahli sains dan pemerintah mendominasi dalam penetapan hukum. Sains menjadi dasar penetapan hukum dan atau mengubah ketentuan/aturan hukum. Di sisi lain, temuan sains juga menjadi dasar bagi penetapan kemaslahatan, penetuan situasi darurat, dan pendefinisian istilah tayyib. Dalam perumusan fatwanya, MUI menggunakan model ijtihad induktif (istiqrai)

Di akhir presentasinya, Ali Sodiqin menunjukkan adanya pengembangan ijtihad saintifik melalui pola deduktif (istidlali) dan induktif (istiqrai) dalam fatwa-fatwa MUI tentang medis. Ijtihad ini melibatkan tiga pihak, yaitu ulama, ahli sains, dan pemerintah, yang secara kolektif mendialogkan wahyu, akal dan realitas menjadi putusan fatwa yang dinamis, responsif, dan progresif.Ulama berkedudukan sebagai ahli yang kompeten dalam pemahaman nash, Pemerintah berkedudukan sebagai pihak yang berkompeten dalam penetapan kebijakan publik, sedangkan Ahli Sains adalah pihak yang memiliki otoritas dalam menjelaskan temuan sains.MUI dapat menggunakan paradigma fungsional dalam mengintegrasikan ketentuan nash, temuan sains, dan realitas yang berkembang, untuk memproduksi fatwa yang meneguhkan norma hukum Islam, merespon produk sains, dan memberikan arah dan solusi bagi penyusunan kebijakan nasional.

Liputan Terkait

Liputan Terpopuler