Hukum Ekonomi Islam: Inovasi, Keadilan dan Kesejahteraan

Dr. H. Abdul Mujib presentasi dalam seminar nasional di Malang
HUKUM EKONOMI ISLAM: INOVASI, KEADILAN, DAN KESEJAHTERAAN
Perkembangan tekhnologi informasi khususnya di era society 5.0 terus merambah kepada berbagai aspek kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dengan bisnis. Aktifitas bisnis saat ini dihubungkan dengan teknologi informasi. Saat ini banyak sector bisnis yang mengadaptasikan diri dengan tekhnolgi dan ada pula yang menginisiasi bisnis baru berbasis teknologi informasi. Perkembangan dan inovasi bisnis ini menjadi suatu keniscayaan, yang tidak mungkin kita kesampingkan dan diabaikan. Namun perlu direspon dan ikut andil untuk mengambil peran strategis. Selanjutnya juga perlu menyiapkan Langkah antisipasi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, sepereti permaslahan-permasalahan hukum, dan lain-lain. Tema ini mengantarkan kita pada beberapa point penting tentang hukum ekonomi Islam, Inovasi, keadilan dan kesejahteraan.
Demikian paparan yang disampaikan oleh Dr. Abdul Mujib, M.Ag., Dosen Program Doktor Ilmu Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Seminar Nasional dengan tema “Leading Roles of Sharia Economic Law in Economic Development to Achieve Prosperity of the Nation”.Kegiatan ini diselenggarakan olehProdi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah UIN Malang, pada tanggal 5 November 2022.
Menurut Dr. Abdul Mujib, yang juga Sekretaris Program Doktor Ilmu Syariah, beberapa model inovasi bisnis antara lain digitalisasi Keuangan. Saat ini keuangan digital telah merambah kepada beberapa bentuk layanan, baik yang secara umum sebelumnya dilayani oleh Lembaga keuangan konvensional maupun model layanan baru yang sama sekali belum pernah dipraktekkan. Saat ini kita mengenal crowdfunding memiliki fungsi yang lebih luas, seperti; (1) crowdfunding berbasis donasi, seperti kitabisa.com, sharing happiness, Rumah Zakat, dan lain-lain,(2) crowdfunding berbasis reward, dimana penginisiasi mengajukan proposal/proyek, yang umumnya adalah memberikan penawaran berupa hadiah atau imbalan lainnya berupa benda, jasa atau sebuah hak, yang didapat dari proyek tersebut, (3) Crowdfunding Debt Based, prinsipnya sama dengan pinjaman pada umumnya. Dengan cara pihak yang membutuhkan dana mengajukan proposal kepada investor untuk membiayai usaha yang sedang atau yang akan dijalankan, (4) Equity crowdfunding, yang menawarkan patungan kepemilikian sahan dengan menggunakan aplikasi yang berbasis teknologi, selanjutnya para investor mendapatkan timbal balik berupa dividen.
Terdapat beberapa peraturan pemerintah yang harus diperhatikan terkait dengan inovasi bisnis, diantaranya adalah: peraturan terkait pelaksanaan pinjaman berbasis teknologi informasi, OJK telah menerbitkan peraturan No.77/POJK.01/2016 tentang layanan Pinjam Meminjam Uang dengan basis teknologi informasi, peraturan terkait dengan penyelenggaraan layanan digital pada bank umum melalui peraturan No.12/POJK.03/2018 tentang layanan perbankan digital oleh bank umum, aturan tentang instrument equity crowdfunding yaitu peraturan No.37/POJK.04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding), dan peraturan No.13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital Sektor Jasa Keuangan.
Bagi instrument keuangan digital yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah selain mengacu kepada peraturan hukum keuangan syariah konvesnional, juga harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam Fatwa DewanSyariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 117/DSN-MUVIII2018 tentang Layanan Pembiayaan berbasis Teknologi Informasi berdasarkan Prinsip Syariah. Peraturan ini juga sangat ketat dalam menjaga kemungkinan-kemungkinan timbulnya kehatan dan kecurangan yang berakibat pada kerugian salah satu ataupun kedua belah pihak yang terikat dalam perjanjian digital.