Teknik Reframing dan Negosiasi dalam Mediasi

TEKNIK NEGOSIASI DAN REFRAMING DALAM MEDIASI

Mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian alternatif menjadi tumpuan banyak pihak, terutama bagi para pihak yang bersengketa agar dapat mengatasi harapan dari masing-masing pihak yang sedang bersengketa.Keberhasilan mediasi, yaitu perdamaian dari smua pihak yang terlibat dalam sengketa, menjadi tujuan utama, namun tidak jarang mediasi dapat memberikan prespektif baru bagi para pihak dalam melihat konflik yang terjadi. Karena tujuan tersebut, maka peran mediator sebagai pihak eksternal secara maksimal harus mampu mengantarkan para pihak kepada apa yang diinginkan dalam proses mediasi, yaitu menghasilkan kesepakatan, mengutamakan kepentingan bersama, menguntungkan seluruh pihak, serta sarana untuk mencari penyelesaian.

Demikian paparan yang disampaikan oleh Dr. H.Abdul Mujib, M.Ag, CM, Dosen Prodi Doktor Ilmu Syari’ah yang juga mediator bersertifikat, pada acara Pendidikan dan Pelatihan Sertifikasi Mediator. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 21-23 Februari 2023 di Hotel Neo Malioboro Yogyakarta. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Afta Law School Yogyakarta bekerjasama dengan Asosiasi Mediator Seluruh Indonesia (AMSI).

Abdul Mujib menjelaskan bahwa negosiasi adalah suatu proses komunikasi dimana dua pihak masing-masing dengan tujuan dan sudut pandang mereka sendiri berusaha mencapai kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak tersebut mengenai masalah yang sama.Negosiasi bertujuan mencari klarifikasi tentang isu-isu dan mencoba kesepakatan tentang cara penyelesaiannya. Sedangkan reframing adalah metode yang membantu seseorang melihat sebuah keadaan dengan cara berbeda sehingga bisa menghasilkan respon terbaik. Teknik reframing menawarkan sudut pandang baru pada pasangan dengan harapan pasangan akan melihat situasinya secara berbeda. Mereka digiring untuk tidak terlalu problematic terhadap masalahnya dan mengubah mindset buruk pasangan menjadi sesuatu yang berharga.

Teknik reframing meliputi: (1) Mendengar; menggunakan suatu siklus mendengarkan tanpa menghakimi untuk mencapai pemahaman lengkap tentang masalah klien; (2) Memahami Masalah; membangun sudut pandang klien dengan cara baru dalam melihat masalahnya; dan (3) Mengembangkan perspektif; dengan mengajak para pihak untuk masuk dalam prespetif baru untuk mulai merasakan kondisi yang berbeda. Sementara itu model labelling meliputi:(1) Relabeling; mengganti suatu kata sifat negatif dengan kata sifat yang konotasinya lebih positif; (2) Denominalizing; membuang label diagnostic dan menggantinya dengan perilaku spesifik yang dapat dikontrol; dan (3) Positive Connotation; mendeskripsikan bahwa perilaku simtosomatis itu dimotivasi secara positif.

Dalam melaksanakan reframing perlu memperhatikanlangkah-langkah sebagai berikut:

  • Pemetaan Presepsi dan Perasaan: Mediator memandu para pihak untuk menyadari apa yang secara otomatis muncul dalam situasi problem
  • Memilih Presepsi Terbaik: Mediator mengarahkan para pihak untuk memilih presepsi terbaik. Ex. Dengan mengarahkan para pihak pada tujuan dan atau kondisi masa lalu yang indah.
  • Alternatif Presepsi: Mediator bersama-sama para pihak untuk mennemukan alternatif presepsi dari situasi problem yang telah muncul.
  • Modifikasi Presepsi: Mediator meminta masig-masing pihak untuk Kembali kepada awal peristiwa dan memunculkan presepsi dengan cara bermain peran, agar masing-masing pihak dapat menemukan apa yang masing-masing pihak butuhkan sebelumnya.
  • Tindak lanjut: Mediator; meminta para pihak untuk menindak lanjuti presepsi yang telah dimodifikasi.

Liputan Terkait

Liputan Terpopuler