Mahasiswa Prodi S3 Ilmu Syari’ah Menjadi Saksi Ahli dalam Perkara Perdata

A. Hashfi Luthfi, MH, menjadi saksi ahli dalam sidang perkara perdata
MAHASISWA PRODI S3 ILMU SYARI’AH MENJADI SAKSI AHLI DALAM PERKARA PERDATA
Istilah perbuatan melawan hukum di antara para ahli hukum, ada beberapa macam, yaitu R. Wirjono Prodjodikoro menyebut dengan istilah Perbuatan Melanggar Hukum, Utrecht menggunakan istilah Perbuatan yang Bertentangan dengan Asas-Asas Hukum, dan Sudiman kartohadi Prodjo mengemukakan istilah Tindakan Melawan Hukum. Berkaitan dengan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ada satu ketentuan hukum yang sering dirujuk ketika membahasnya, yaitu Pasal 1365 KUH Perrdata yang berbunyi:
“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”
Pasal 1365 tersebut biasanya dikaitkan dengan Pasal 1371 ayat (1) KUHPer yang berbunyi:
“penyebab luka atau cacatnya sesuatu badan atau anggota badan dengan sengaja atau kurang hati-hati, memberikan hak kepada si korban untuk, selain penggantian biaya pemulihan, menuntut ganti kerugian yang disebabkan oleh luka cacat tersebut.”
Demikian keterangan ahli yang disampaikan oleh A. Hashfi Luthfi, M.H, mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Syari’ah, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta saat diminta menjadi Saksi Ahli pada sidang perkara perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di Pengadilan Negeri Banjarmasin, pada tanggal 09 Mei 2023.
Hashfi menambahkan, unsur-unsur mengenai PMH berdasarkan Pasal 1365 KUHPer:
Pasal 1365 KUH Perdata dikenal dengan dasar gugatan perbuatan melawan hukum. Pembuktian unsur-unsur perbuatan melawan hukum ini, terdiri atas: pertama, adanya perbuatan melawan hukum. Suatu Perbuatan Melawan Hukum diawali oleh perbuatan pelakunya. Umumnya diterima anggapan bahwa dengan perbuatan di sini dimaksudkan, baik berbuat sesuatu (secara aktif) maupun tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu padahal ia berkewajiban untuk membantunya, kewajiban mana timbul dari hukum yang berlaku (karena ada juga kewajiban yang timbul dari kontrak misalnya). Karena itu terhadap perbuatan melawan hukum tidak ada unsur persetujuan atau kata sepakat dan tidak ada juga unsur “causa yang diperbolehkan” sebagaimana yang terdapat dalam kontrak. Perbuatan yang melawan hukum, yaitu suatu perbuatan yang melanggar hak subyektif orang lain atau yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat sendiri yang telah diatur dalam undang-undang.
Kedua, adanya kesalahan. Kesalahan ini ada 2 (dua), bisa karena kesengajaan atau karena kealpaan. Kesengajaan maksudnya ada kesadaran yang oleh orang normal pasti tahu konsekuensi dari perbuatannya itu akan merugikan orang lain. Sedangkan, Kealpaan berarti ada perbuatan mengabaikan sesuatu yang mestinya dilakukan, atau tidak berhati-hati atau teliti sehingga menimbulkan kerugian bagi orang lain. Namun demikian adakalanya suatu keadaan tertentu dapat meniadakan unsur kesalahan, misalnya dalam hal keadaan memaksa (overmacht) atau si pelaku tidak sehat pikirannya (gila).
Ketiga, adanya kerugian dan akibat perbuatan pelaku menimbulkan kerugian. Kerugian di sini dibagi jadi 2 (dua) yaitu Materil dan Imateril. Materil misalnya kerugian karena tabrakan mobil, hilangnya keuntungan, ongkos barang, biayabiaya, dan lain-lain. Imateril misalnya ketakutan, kekecewaan, penyesalan, sakit, dan kehilangan semagat hidup yang pada prakteknya akan dinilai dalam bentuk uang.
Keempat, adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum, kesalahan dan kerugian yang ada. Hubungan sebab akibat dalam artian antara perbuatan yang dilakukan dengan akibat yang muncul terdapat suatau kausalitas. Misalnya, kerugian yang terjadi disebabkan perbuatan si pelaku atau dengan kata lain, kerugian tidak akan terjadi jika pelaku tidak melakukan perbuatan melawan hukum tersebut. Untuk memecahkan hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian, terdapat dua teori yaitu:
- Conditio Sine Qua Non
Menurut teori ini orang yang melakukan perbuatan melawan hukum selalu bertanggung jawab jika perbuatannya conditio sine qua non menimbulkan kerugian (yang dianggap sebagai sebab dari pada suatu perubahan adalah semua syarat-syarat yang harus ada untuk timbulnya akibat).
- Adequate Veroorzaking
Menurut teori ini pelaku PMH hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang selayaknya dapat diharapkan sebagai akibat dari pada perbuatan melawan hukum.
Terdapat hubungan kausal jika kerugian menurut aturan pengalaman secara layak merupakan akibat yang dapat diharapkan akan timbul dari perbuatan melawan hukum. Unsur-unsur tersebut berlaku kumulatif, artinya harus terpenuhi seluruhnya. Apabila unsur-unsur di atas tidak terpenuhi seluruhnya, maka suatu perbuatan tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Perbuatan melawan hukum dianggap terjadi dengan melihat adanya perbuatan dari pelaku yang diperkirakan memang melanggar undang-undang, bertentangan dengan hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku, bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, atau bertentangan dengan kepatutan dalam masyarakat baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, namun demikian suatu perbuatan yang dianggap sebagai perbuatan melawan hukum ini tetap harus dapat dipertanggungjawabkan apakah mengandung unsur kesalahan atau tidak.
Pasal 1365 KUH Perdata tidak membedakan kesalahan dalam bentuk kesengajaan (opzet-dolus) dan kesalahan dalam bentuk kurang hati-hati (culpa), dengan demikian hakim harus dapat menilai dan mempertimbangkan berat ringannya kesalahan yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan perbuatan melawan hukum ini, sehingga dapat ditentukan ganti kerugian yang seadil-adilnya.
Menurut Hashfi, seseorang tidak dapat dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana ketentuan yang ada dalam Pasal 1365 KUHPer, dengan rincian sebagai berikut:
- Seseorang tidak dapat dikatakan melakukan perbuatan yang melawan hukum karena melakukan pembelaan atas haknya ataupun melakukan pembelaan kepada kliennya dalam rangka menjalankan profesinya. Yang mana dalam melakukan perbuatan-perbuatan tersebut para pelakunya tidak melakukan suatu perbuatan yang melanggar hak subyektif orang lain atau yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat sendiri yang telah diatur dalam undang-undang.
- Seseorang tidak dapat dikatakan melakukan kesalahan karena melakukan kewajibannya seperti halnya memberikan perlindungan atas hak-hak orang yang berada di bawah perwaliannya dengan melakukan upaya untuk mendapatkan ketetapan sebagai ahli waris atas dirinya dan orang-orang yang berada di bawah perwaliannya ataupun melakukan pelayanan kepada kliennya dengan menerbitkan surat pemberitahuan dan permohonan perhatian yang diminta kliennya.
- Tindakan merugikan ataupun meniadakan keuntungan yang seharusnya diperoleh oleh seseorang tidak dapat dibenarkan apabila kerugian ataupun keuntungan yang seharusnya diperoleh oleh seseorang tersebut dengan tindakan-tindakan yang melawan hukum juga. Sehingga kerugian ataupun keuntungan yang seharusnya diperoleh tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUHPer.
- Tindakan memberikan perlindungan atas hak-hak orang yang berada di bawah perwaliannya dengan melakukan upaya untuk mendapatkan ketetapan sebagai ahli waris atas dirinya dan orang-orang yang berada di bawah perwaliannya ataupun tindakan pelayanan kepada kliennya dengan menerbitkan surat pemberitahuan dan permohonan perhatian yang diminta kliennya yang dianggap sebagai kesalahan tidak memiliki hubungan kausal yang sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPer terhadap kerugian ataupun keuntungan yang seharusnya diperoleh oleh seseorang dengan tindakan-tindakan yang melawan hukum.