Dosen Prodi S3 Ilmu Syari'ah berpartisipasi dalam workshop hukum internasional
DOSEN PRODI S3 ILMU SYARI’AH BERPARTISIPASI AKTIF DALAM WORKSHOP INTERNATIONAL REFUGEE LAW IN INDONESIA
Dr. Lindra Darnella, Dosen Program Studi S3 Ilmu Syari’ah, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menjadi salah satu peserta aktif dalam kegiatan Workshop on Teaching International Refugee Law in Indonesia. Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 17-19 November 2025, bertempat di Diorama Building, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Workshop internasional ini terselenggara atas Kerjasama Indonesian Refugee Studies Association (IRSA) dengan Dompet Dhuafa & Pusat Penelitian dan Penerbitan (Puslitpen) UIN Jakarta. Para narasumber dalam kegiatan ini adalah experts di bidang hukum internasional dari berbagai universitas dunia, diantaranya: Prof. Nikolas Feith Tan (Melbourne Law School), Prof. Heru Susetyo (Universitas Indonesia), Sam Kevin Popos (UNHCR), Prof. Antje Missbach (Bielefeld University, Germany), Professor Susan Kneebone (Melbourne Law School), Atika Yuanita Paraswaty (UIN Jakarta), Associate Prof. Dr. Sara Dehm dan Dr. Anthea Vogl (University of Technology Sydney).
Prof. Nikolas Feith Tan menyampaikan paper dengan judul “Reflections on Designing a Refugee Law syllabus”, yang fokus menjelaskan tentang tipologi silabus bagi pengajaran tentang pengungsi, yaitu The Journey syllabus, The Systems syllabus, The Institutional syllabus, The Thematic syllabus. Sementara itu, Associate Prof. Dr. Sara Dehm dan Dr. Anthea Vogl membahas tentang “Clinical Legal Education and Refuge Law UTS Law’s Clinical Refugee Law Program.” Menurutnya, manfaat clinic learning melalui pembelajaran berdasarkan pengalaman, yaitu: (1) Menghubungkan doktrin, teori, dan kritik dengan praktik; (2) memaparkan kompleksitas kehidupan nyata versus ruang kelas dan doktrin (pendekatan berorientasi sosio-hukum dan keadilan; (3) memperdalam kesadaran etika dan refleksi kritis sebelum memasuki profesi; (4) mengembangkan kolaborasi/tanggung jawab/kematangan/profesionalisme; (5) memberikan koneksi sektor, paparan, dan kesiapan karier; (6) membangun keterampilan komunikasi dan/atau klien dalam lingkungan yang diawasi.
Narasumber yang lain, yaitu Prof. Antje Missbach membahas tentang: “Teaching Refugee Law in Non-Signatory 1951 Convention Countries: The Indonesian Experience”. Dia menjelaskan bahwa wilayah kajian dan studi pengungsi meliputi: kesehatan, sosiologi, keamanan, imigrasi, ekonomi, hukum nasional dan internasional, antropologi. Beberapa matakuliah yang perlu diajarkan: Sub-topic in Diplomatic Law, International Refugee Law, Sub-topic in International Law, Humanitarian Law, and Human Rights, Immigration Law & International Refugee, Refugee Law, Sub-topic in International & Regional Law, Sub-topic in International Humanitarian Law, Humanitarian & Refugee Law. Beberapa hal yang perlu dieksplorasi adalah: What is the content of your syllabus in teaching Refugee Law? What is taught? What literature is used? What aspects? What is the role of the Immigration Polytechnic? What are the responses from the students?
Dalam konteks Indonesia, Prof. Heru Susetyo, menyoroti tentang Perpres No. 125/ 2016 tentang Penanganan Pengungsi Luar Negeri. Beliau menjelaskan bahwa Perpres ini lahir sebagai aturan pelaksanaan yang mengacu pada amanat Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, yang menyatakan kewajiban pemerintah Indonesia untuk menangani pengungsi dari luar negeri. Perpres ini juga merespons kondisi krisis kemanusiaan seperti yang terjadi pada krisis Laut Andaman tahun 2015, serta untuk menyelaraskan dengan prinsip-prinsip internasional, khususnya terkait perlindungan pengungsi dan non-refoulement yang diatur dalam Konvensi PBB. Prof Heru mengkritik Perpres ini yang menurutnya terdapat ketidaksesuaian dengan Hukum Nasional dan Internasional, tidak mengakomodir beberapa masalah penting, adanya ketidaktegasan dalam kewajiban menyelamatkan dan menampung pengungsi, penggambaran pengungsi sebagai Migran Ilegal, dan efektivitas implementasi yang terbatas.
Sementara Atika Yuanita Paraswaty, narasumber dari Puslitpen UIN Jakarta, dan juga Ketua lembaga Suaka menyampaikan topik tentang “Work On The Asylum Seekers And Refugee Protection.” Menurutnya, tantangan penanganan pengungsi di Indonesia adalah: (1) Peraturan perundang-undangan yang menyebutkan 'pengungsi' terbatas pada Peraturan Presiden No. 125/2016; (2) Keterbatasan bantuan dasar (hak atas perumahan, kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan); (3) Masa tunggu yang lama untuk penempatan permanen di negara ketiga; (4) Kekhawatiran pemerintah dan lembaga penegak hukum dalam menangani masalah pengungsi di Indonesia (pendanaan, koordinasi birokrasi, kasus hukum); (5) Keberadaan anak-anak pengungsi, termasuk anak-anak Indonesia yang menikah dengan pengungsi, yang tidak memperoleh kewarganegaraan; Kesulitan dalam memperoleh dokumen identitas: akta kelahiran, akta nikah bagi pengungsi dan pengungsi yang menikah dengan warga negara Indonesia; (6) Permasalahan kepercayaan di antara pengungsi yang tinggal di negara asing yang tidak memahami aturan. Ketakutan irasional yang disebabkan oleh misinformasi.
Dr. Lindrasangat bersyukur dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan ini, karena sangat penting untuk meningkatkan kompetensi keahliannya sebagai dosen Hukum Internasional. Ini merupakan kesempatan yang sempurna untuk belajar, berdiskusi, dan berkolaborasi mengenai pendidikan hukum pengungsi dengan para akademisi dan praktisi terkemuka. Apalagi acara ini merupakan lokakarya akademis yang eksklusif untuk mengeksplorasi pengajaran, penelitian, dan praktik hukum pengungsi internasional di Indonesia. Banyak hal baru yang dia dapatkan, di samping wawasan pengetahuan dari para experts, juga pengalaman dan jejaring internasional yang terbangun melalui workshop ini. Ke depan dia ingin mengembangkan kajian ini di Fakultas Syari’ah dan Hukum dengan melakukan integrasi dan interkoneksi dengan ilmu keislaman.