Ujian Promosi Doktor ke 18
Pelaksanaan Ujian Promosi Doktor M. Sukaelan berlangsung di Ruang Teknoklas
PROBLEMATIKA PENERAPAN SISTEM JAMINAN KESELAMATAN, KESEHATAN DAN KEAMANAN (SJK3) DI PESANTREN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Sistem Jaminan Keselamatan, Kesehatan, dan Keamanan (SJK3) merupakan instrumen penting dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, sehat, dan tanggap terhadap risiko. Namun demikian, penerapan SJK3 di pondok pesantren, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), masih menghadapi berbagai problematika. Beragam insiden seperti kebakaran, keracunan makanan, serta minimnya infrastruktur dan prosedur keselamatan menunjukkan lemahnya implementasi sistem ini, meskipun regulasi nasional dan daerah telah menetapkan standar keselamatan, kesehatan, dan keamanan bagi lembaga pendidikan.
Demikian argument akademik yang disampaikan oleh M. Sukaelan, mahasiswa Prodi Doktor Ilmu Syari’ah pada saat sidang terbuka ujian promosi doktor. Tim Penguji terdiri dari: Prof. Dr. H. Riyanta, M.Hum (Ketua Sidang), Dr. Kholid Zulfa, M.Si (Sekretaris), Prof. Dr. Ali Sodiqin, M.Ag (Promotor), Prof. Dr. dr. KRT. Adi Heru Sutomo, M.Sc., DSN, DLSHTM, PKK, DLP, SP. KKLP (Co Promotor dari UGM), Dr. Syafaul Mudawwam, M.M (Penguji), Dr. Ahmad Bahiej, S.H., M.Hum (Penguji), Prof. Dr. H. Kamsi, M.A (Penguji), dan Prof. Dr. Susiknan, M.Ag (Penguji). Ujian promosi ini berlangsung di Ruang Teknoklas Lantai 1 Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga mulai pukul 09.00 – 12.00.
Disertasi Sukaelan focus menjawab empat permasalahan utama. Pertama, menganalisis kesenjangan antara norma regulatif dan realitas penerapan SJK3 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2018 tentang K3 Lingkungan Kerja, Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2020, Peraturan Daerah DIY Nomor 10 Tahun 2022, dan Keputusan Gubernur DIY Nomor 10 Tahun 2002.
Kedua, menelaah peran pemerintah daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam menjalankan fungsi regulasi, fasilitasi, serta pengawasan terhadap penerapan SJK3 di lingkungan pesantren. Ketiga, mengkaji kontribusi internal pesantren—terutama peran kiai, pengasuh, ustaz, dan pengurus asrama—dalam membangun budaya keselamatan (safety culture) dan sistem manajemen risiko. Keempat, mengidentifikasi faktor- faktor penghambat dan tantangan utama, baik yuridis, kelembagaan, kultural, maupun epistemologis, yang menyebabkan lemahnya implementasi SJK3, serta merumuskan kemungkinan model SJK3 berbasis nilai Maqāṣid al-Syarī‘ah yang kontekstual dengan karakter pesantren.
Menurut Sukaelan, sebagian besar pesantren belum memiliki perangkat dasar keselamatan, seperti Alat Pemadam Api Ringan (APAR), kotak pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), jalur evakuasi,serta Standard Operating Procedure (SOP) yang terintegrasi. Peran pemerintah daerah dan Kementerian Agama cenderung bersifat administratif dan belum menyentuh aspek teknis, seperti pelatihan mitigasi bencana, audit keselamatan, maupun dukungan infrastruktur. Kesadaran pengelola pesantren terhadap pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja masih bersifat insidental dan reaktif, dengan keterbatasan kapasitas teknis serta sumber daya manusia dan anggaran. Hambatan utama mencakup rendahnya literasi keselamatan, ketiadaan regulasi teknis yang spesifik bagi pesantren, lemahnya koordinasi antar-pemangku kepentingan, serta minimnya dukungan pendanaan.
Berdasarkan temuannya, promovendus merekomendasikan perlunya penyusunan pedoman teknis dan SOP SJK3 yang kontekstual dengan karakteristik pesantren, pelatihan rutin bagi pengurus dan santri, serta penguatan peran pemerintah dalam pembinaan teknis, pengawasan berjenjang, dan penyediaan anggaran khusus. Kolaborasi antara pemerintah, pesantren, dan masyarakat sipil dinilai menjadi kunci dalam mewujudkan sistem keselamatan dan kesehatan yang komprehensif, adaptif, dan berkelanjutan sesuai dengan nilai-nilai ḥifẓ al-dīn, ḥifẓ al-nafs, ḥifẓ al-‘aql, ḥifẓ al- nasl, dan ḥifẓ almāl dalam kerangka Maqāṣid al-Syarī‘ah.
Di akhir sidang, Ketua mengumumkan hasil yudisium ujian promosi doktor. M. Sukaelan dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude (pujian), dengan memiliki IPK 3,90 dan menempuh studi doktoralnya dalam waktu 2 tahun 9 bulan 24 hari. Promovendus merupakan doktor ke 18 dari Prodi Doktor Ilmu Syari’ah.
Selamat Dr. H. M. Sukaelan, S.H., M.Kes.