Ujian Proposal Disertasi #4

PEMBAHARUAN PEMIKIRAN HUKUM PERKAWINAN ISLAM KH. HUSEIN MUHAMMAD

Pemikiran feminisme Husein Muhammad dalam wacana pembaruan hukum keluarga Islam di Indonesia patut diapresiasi. Bahasan utama feminisme Husein Muhammad adalah soal ‘ideologi patriarki’. Ideologi patriarki tersebut dianggap sebagai asal-usul dari seluruh kecenderungan misoginis yang mendasari penulisan teks-teks keagamaan yang bias kepentingan laki-laki terutama di kalangan masyarakat pesantren. Ideologi patriarki kemudian berubah menjadi ajaran agama atau keyakinan agama, tidak hanya karena kepentingan para ulama untuk mempertahankan dan melanggengkan kekuasaannya semata, namun karena pesantren memiliki nilai, norma, dan budaya yang ditentukan oleh kitab kuning (turas) yang turut melanggengkan ideologi patriarki tersebut. Padahal kitab kuning sejatinya ditulis pada abad ke-14 atau ke-15 M yang isinya dinilai bertentangan dengan kondisi lokal, waktu, dan tempat di mana masyarakat pesantren itu ada.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Siti Jahroh, mahasiswa Prodi S3 Ilmu Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, pada Ujian proposal disertasi pada hari Senin, tanggal 20 Desember 2021, dari jam 09.00 hingga selesai. Ujian yang dilaksanakan secara daring ini dilaksanakan oleh Tim Penguji dengan susunan Dr. H. Abdul Mujib, M.Ag (Ketua Sidang/Penguji), Dr. Abdul Mughits, M.Ag (Sekretaris/Penguji), Prof. Dr. H. Agus Moh. Najib, M.Ag (Penguji), Dr. Ali Sodiqin, MAg (Penguji). Pada ujian ini, Siti Jahroh mengajukan proposal disertasi dengan judul PEMIKIRAN HUKUM KELUARGA ISLAM KH. HUSEIN MUHAMMAD.

Menurut Siti Jahroh, yang juga merupakan Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga ini, KH Husein Muhammad ‘keluar’ dari kungkungan budaya patriarki yang notabene merupakan budaya pesantren. Husein Muhammad tergerak untuk melakukan pembacaan ulang terhadap berbagai sumber rujukan pemahaman agama, budaya, dan ideologi patriarki yang dipedomani masyarakat secara luas. Husein Muhammad juga melakukan aksi-aksi sosial-advokatif guna mengatasi berbagai bentuk ketidakadilan terhadap perempuan di tengah masyarakat melalui berbagai lembaga swadaya masyarakat. Sebagai bentuk pembelaan terhadap perempuan, Husein Muhammad mendirikan Fahmina Institute, Pesantren Pemberdayaan Kaum Perempuan ‘Puan Amal Hayati’, dan RAHIMA Institute yang fokus pada peningkatan kesadaran tentang Islam, Gender, dan Hak Perempuan.

Satu hal yang menarik dan unik dari pemikiran Husein Muhammad adalah dialektika antara turas dan modernitas dalam pemikiran hukum Islamnya yang dapat menjadi jembatan untuk mengatasi adanya kesenjangan dan ketimpangan antara idealitas agama dan realitas sosial yang terjadi karena adanya ketidakmampuan memilah antara teks-teks agama yang bermakna “humanitas universal” dan yang bermakna “humanitas kontekstual”. Terlebih dalam kaitannya dengan kajian batas usia nikah dan poligami. Basis utama pemikiran Husein Muhammad dalam melakukan rekonstruksi kesetaraan gender melalui pembacaan Al-Qur’an adalah konsep tauḥīd. Husein Muhammad mendasarkan pemikirannya tentang kesetaraan gender pada nilai-nilai universal Islam, seperti keadilan ('adālah), kesetaraan (musāwāh), toleransi (tasāmuḥ), dan perdamaian (iṣlāḥ). Dalam kesempatan lain, ia memasukkan dalam nilai-nilai universal ini lima hak dasar, yang terkenal sebagai al-Kulliyyāt al-khams (Lima Prinsip) yang diusulkan oleh al-Ghazālī, yaitu hak beragama (ḥifẓ al-dīn), hak untuk kesejahteraan fisik dan kehidupan (ḥifẓ al-nafs), hak untuk pengetahuan atau pendapat (ḥifẓ al-aql), hak untuk keturunan / hak reproduksi (ḥifẓ al-nasl / al-'irḍ), dan hak untuk kekayaan / kesejahteraan sosial (ḥifẓ al-mal).

Husein Muhammad menawarkan metodologi baru dalam membaca kembali teks-teks yang bias gender tersebut. Metode yang ia tawarkan adalah: (1) menjadikan tujuan-tujuan syariat (maqāṣid asy-syarī‘ah) sebagai basis utama penafsiran, (2) melakukan analisis terhadap konteks sosio-historis (as-siyāq at-tārikhi al-ijtima‘i) dalam kasus-kasus yang ada dalam teks, (3) melakukan analisis bahasa dan konteksnya (as-siyāq al-lisāni), (4) melakukan identifikasi aspek kausalitas dalam teks sebagai jalan ke pemikiran analogis untuk kebutuhan konteks sosial baru (qiyās al-ghāib ‘ala asy-syāhid), dan (5) melakukan analisis kritis terhadap sumber-sumber transmisi hadis (takhrīj al-asānid) dan kritik matan (naqd al-matn).

Dalam ujian ini, Tim Penguji mengkritisi keselarasan antara fokus kajian, kerangka teoritik, hingga metode penelitiannya. Tema yang disajikan oleh peneliti dianggap kurang fokus, sehingga disarankan untuk difokuskan pada kajian tentang pembaharuan pemikiran hukum perkawinan Islam KH Husein Muhammad. Oleh karena itu, peneliti diminta merevisi rumusan masalahnya agar mampu memotret: model pembaharuan hukum KH Husein Muhammad, dasar dan metodologi pemikirannya, sasaran pembaruan hukumnya, dan dampak atau pengaruh pembaharuannya terhadap pemikiran hukum perkawinan Islam di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti diminta untuk menggunakan teori yang tepat untuk menganalisis pokok-pokok masalah tersebut. Tim pelaksana ujian memutuskan menerima proposal disertasi Siti Jahroh dengan perbaikan minor.

Berita Terkait

Berita Terpopuler