Ujian Proposal Disertasi #9

Pelaksanaan ujian secara online

Pelaksanaan ujian secara online

Pelaksanaan ujian secara online

Pelaksanaan ujian secara online

Pelaksanaan ujian secara online
DINAMIKA PENYELENGGARAAN JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA
Pada tahun 2014, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang merupakan payung hukum (umbrella act) dalam penyelenggaraan Jaminan Produk Halal di Indonesia. Setelah lima tahun Undang-Undang JPH disahkan, baru menyusul Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal disahkan. Selanjutnya Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 26 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal juga baru diterbitkan pada Oktober 2019. Peraturan turunan ini diharapkan mendorong penyelenggaraan Jaminan Produk Halal segera terealisasikan, memberikan kepastian hukum dan transparansi bagi para konsumen produk halal, sekaligus mendorong pertumbuhan pasar industri halal di Indonesia.
Pada implementasinya, Undang-Undang JPH belum memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tumbuhnya percepatan sertifikasi halal dan industri halal. Hal tersebut dikarenakan peraturan pelaksana dan teknis penyelenggaraan JPH belum tersusun dengan baik, kerjasama BPJPH dengan Kementerian/Lembaga (terkait), LPH, dan MUI belum terjalin dengan optimal, pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) belum bisa direalisasikan dan beberapa permasalahan lainnya. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, BPJPH belum melakukan tugas dan fungsinya dengan optimal sebagaimana dalam amanah UU JPH. Pada tahun 2020 ini merupakan sebuah program “legal policy” yang bertujuan mengintegrasikan berbagai peraturan perundang-undangan demi terciptanya efektifitas dan efisiensi layanan publik. Dan salah satu undang-undang yang harus mengikuti kebijakan omnibus law adalah Undang-undang tentang JPH. Salah satu alasan UU JPH dilakukan perubahan karena dipandang tidak efektif dan efisien dalam layanan sertifikasi halal.
Demikian pernyataan yang disampaikan oleh Muhammad Lutfi Hamid, mahasiswa Prodi S3 Ilmu Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada sidang Ujian proposal disertasi yang dilaksanakan pada hari Kamis, 30 Desember 2021, mulai pukul 08.00 hingga selesai. Tim sidang terdiri dari: Dr. H. Abdul Mujib, M.Ag (Ketua Sidang/Penguji), Dr. Abdul Mughits, M.Ag (Sekretaris Sidang/Penguji), Prof. Dr. Drs. H. Makhrus, SH., M.Hum (Penguji), dan Dr. Ali Sodiqin, M.Ag (Penguji). Sidang dilaksanakan secara online melalui platform zoom meeting.
Menurut Muhammad Lutfi Hamid, beberapa hal yang dirubah dalam UU JPH yang baru ini adalah: Kewenangan MUI, Mekanisme sertifikasi halal bagi usaha mikro/kecil, dan Percepatan layanan sertifikasi yang semula antara 97-117 hari dipangkas menjadi 21 hari. Namun, beberapa waktu lalu tepatnya pada hari Kamis, 25 November 2021, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan nomor Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573). Dalam pandangan penulis, Putusan MK ini tidak memiliki relevansi dengan UU JPH, mengingat materi permohonan peninjauan UU Cipta Kerja berkaitan dengan Ketenagakerjaan.
Dari dinamika pengaturan ketentuan JPH di atas, Muhammad Lutfi Hamid mengajukan pertanyaan: Mengapa terjadi perubahan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal pasca terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja? Bagaimana konsep penyelenggaraan Jaminan Produk Halal pasca terbit Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Bidang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal?
Terhadap problem akademik dalam proposal tersebut Tim Penguji memberikan beberapa catatan: perlunya pemetaan terhadap Aturan apa yang tetap dan aturan apa yang berubah, faktor penyebab perubahan (faktor umum -berkaitan dengan hadirnya UU Cipta kerja, dan faktor khusus - berkaitan dengan efektifitas UU JPH sebelumnya), analisis terhadap perubahan (perbahan bisnis proses, distribusi kewenangan JPH), dan dampaknya bagi penyelenggaraan JPH di Indonesia (apakah ada peningkatan dalam penyelenggaraan sertifikasi halal atauah tidak?). Dari asepk teori, Tim Penguji juga menyarankan agar penulis menggunakan teri yang relevan dengan pokok masalah yang dikaji. Di akhir sidang, Tim Penguji menyatakan bahwa proposal dapat diterima dengan revisi minor, dan dapat dilanjutkan dalam penelitian disertasi.