Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Usia Muda

Webinar Perkawinan Usia Muda dan Pencegahannya
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PERKAWINAN USIA MUDA
Rekognisi atau pengakuan akademik terhadap mahasiswa S3 Ilmu Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga semakin menguat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya mahasiswa S3 Ilmu Syariah yang menjadi narasumber dalam berbagai forum kajian ilmiah. Seperti kali ini, Agus Suprianto, SH., SHI., MSI., CM., mahasiswa Prodi S3 Ilmu Syariah yang juga berprofesi sebagai Advokat dan Mediator, menjadi narasumber dalam Webinar Islamic Studies Forum dengan tema "Perkawinan Usia Muda; Pencegahan dan Penanganannya. Kegiatan ini diselenggarakan secara virtual oleh Akademi Hikmah pada hari Kamis, tanggal 14 Oktober 2021 jam 15.30-17.00 melalui aplikasi zoom meeting. Selain Agus Suprianto, kegiatan ini juga menghadirkan narasumber lain, yaitu Dr. H. Khamim Zarkasih Putro, M.Si. (Dewan Pembina Yayasan Abdurrahman Baswedan, Dosen UIN Sunan Kalijaga, Sekretaris Koordinator Kopertais III D.I.Yogyakarta).
Dalam paparannya, Agus Suprianto, yang juga menjadi Dosen di STAIYogyakarta ini, menyampaikan bahwa hakikatnya setiap anak mendapatkan perlindungan dan jaminan hak-hak yang akui dalam konstitusi Negara Indonesia, seperti hak memperoleh nama/identitas, bermain/rekreasi, diasuh oleh orang tua, kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, bebas dari diskriminasi, bebas dari eksploitasi, penelantarandan perilaku kekerasan. Dalam upaya penjaminan hak-hak tersebut, kita dihadapkan dengan fakta-fakta seperti kejadian anak sekolah yang pacaran dan mengalami hamil sebelum menikah. Data Mahkamah Agung RI tentang keadaan perkara tingkat pertama, permohonan menikah usia dini atau permohonan dispensasi kawin menempati posisi tertinggi urutan ketiga yaitu tahun 2019 sejumlah 25.374 perkara dan tahun 2020 sejumlah 65.273.
Pada masa pandemic covid-19, di tengah keterpurukan ekonomi yang melanda masyarakat permohonan dispensasi pernikahan dini justru meningkat. Menurut Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY, angka kasuskehamilan tidak diinginkan yaitu: Kota Yogyakarta 125 kasus, Bantul 341 kasus, Kulon Progo 131 kasus, Gunungkidul 269 kasus, dan Sleman 343 kasus. Kondisi tersebut menurut Agus, karena didorong oleh beberapa faktor, seperti: pendidikan yang rendah, ekonomi yang lemah, budaya masyarakat relatif rendah, alasan menghindari zina, pacaran tanpa batas / kawin lari, glorifikasi perkawinan yang tidak realistis, hamil sebelum menikah dan penyalah-gunaan celah ‘dispensasi kawin’. Sehingga menurutnya, hal ini perlu tindakan pencegahan seperti: memperbaiki pendidikan, kesehatan dan ekonomi masyarakat, mewaspadai penurunan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), mewaspadai dampak nikah muda, perlunya wawasan pendidikan pernikahan yang substantif dan bukan formalis, menggiatkan kampanye ‘Jangan Nikah Muda’ atau ‘Jo Kawin Bocah’, memperbaiki regulasi seperti perubahan usia 16 tahun menjadi 19 tahun, dan adanya kolaborasi yang sinergis antara pemerintah, orangtua, sekolah/akademisi, masyarakat, komunitas, dunia usaha, media massa dalam upaya pencegahan pernikahan dini.
Lebih lanjut Agus Suprianto, menyampaikan kepada publik agar masyarakat dan para orangtua untuk betul-betul memperhatikan permasalahan pernikahan usia muda ini. Pernikahan adalah suatu yang serius dan harus dipersiapkan secara lahir maupun bathin. Pernikahan perlu diniatkan Ibadah, dijalani dengan ilmu dan betul-betul menjauhkan kemaksiatan-kemaksiatan yang dalam rumah tangga, seperti menghindari kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran keluarga.
Setelah pemaparan materi, banyak peserta webinar yang memberikan respon balik, baik melalui chat di zoom meeting ataupun langsung on camera zoom. Semua respon menunjukkan keprihatinan yang tinggi atas kondisi pernikahan usia muda yang meningkat, khususnya diera pandemi ini. Serta mempunyai komitmen yang sama untuk meningkatkan upaya pencegahan melalui berbagai aspek kehidupan.