Inovasi Digital dan Pengembangan Ushul Fikih

INOVASI DIGITAL DAN PENGEMBANGAN PEMIKIRAN USHUL FIKIH

Dunia diigital berdampak pada seluruh aspek kehidupan, termasuk di dalamnya dunia hukum, baik dampak positif maupun negatif. Digitalisasi dapat mempercepat proses hukum seperti adanya sistem pengadilan elektronik (a-court) dan otomatisasi, sehingga mampu meningkatkan efisiensi, transparansi, akuntabilitas, dan aksesibilitas. Sedangkan dampak negatifnya adalah munculnya kejahatan siber, perlindungan data pribadi dan kebutuhan regulasi yang adaptif. Penegakan hukum di dunia maya menjadi semakin kompleks karena pelaku yang anonym, sulitnya pembuktian serta rumitnya etika pengawasan dan prvasi yang membutuhkan aturan baru.

Kemajuan dunia digital juga berdampak pada hukum Islam, seperti perubahan relasi sosial antar individu, dari kedekatan fisik (offline) berubah menjadi kedekatan situasional (online). Disamping itu juga terjadi perubahan perilaku masyarakat yang berakibat pada perlunya rekonsepsi atau redefinisi terhadap konsep fikih klasik (kegiatan keagamaan virtual -nikah online, akad online). Dampak lainnya adalah terjadinya perubahan norma hukum akibat kemajuan teknologi yang mengharuskan adanya kepastian hukum (vaksinasi, transplantasi, fintech, block chain, e-commerce).

Demikian paparan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Ali Sodiqin, M.Ag, Guru Besar yang juga Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum, pada International Joint Webinar yang dilaksanakan atas kerjasama antara Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung dengan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Webinar ini mengambil tema “Empowering Young Scholars through Islamic Financial Tradition and Innovation for a Sustainable Future”. Kegiatan ini berlangsung pada hari Kamis, tanggal 23 Oktober 2025 secara online melalui platform zoom meeting. Selain Prof. Ali Sodiqin, narasumber yang hadir pada webinar ini adalah: Dr. Abdullah bin Fahd Al Qhadi dari King Saud University, Kingdom of Saudi Arabia, Dr. Ahmed Mohamed Bayoumy al-Rokh, dari Al Azhar University, Egypt, Prof. Tawat Noipom, dari Prince of Songkhla University, Thailand, Fery Ramadhansyah, Lc. M.A., Ph.D, dari Darul Ulum Kairo University, Egypt, dan Dr. Rahmat Ilyas, M.S.I, dari IAIN Sultan Abdurrahman Siddik Bangka Belitung. Bertindak sebagai moderator dalam webinar ini adalah Reno Ismanto, Lc., MIRKH dan Shohibul Adhkar, Lc. MH.

Dalam menghadapi problematika hukum Islam akibat perkembangan dunia digital, Prof Ali menawarkan pengembangan ushul fikih. Dalam kajian hukum Islam, ushul fikih memiliki kedudukan yang strategis, yakni : (1) sebagai alat tafisr untuk menggali, menjelaskan kandungan ajaran Islam yang terdapat dalam nash; (2) menjadi ”bridging” antara nash (wahyu-mutlak-satu-tsawabit) dengan fikih (tafsir atas wahyu-relative-beragam-taghayyur); dan (3) menjadi alat untuk berijtihad untuk mengkontekstualisasikan ajaran Islam, sehingga memerlukan kajian yang integratif dengan ilmu lain: interdisiplin, multi disiplin, hingga transdisiplin.

Dalam implementasinya perlu melakukan ijtihad kontekstual dengan cara: (1) merumuskan metode untuk menghubungkan antara teks (wahyu) yang bersifat tetap dengan konteks (realitas empiris) yang selalu dinamis; (2) melakukan analisis fungsional terhadap relasi antara wahyu akal realitas untuk melakukan gerak teks  konteks  kontekstualisasi; dan (3) memadukan pola istidlal (deduktif) dengan istiqra’ (induktif) dalam berijtihad. Di samping itu perlu melakukan pembacaan baru terhadap teks, yaitu ketentuan hukum dalam Alquran dan Hadis. Pembacaan baru dilakukan dengan tahapan: (1) mengintegrasikan dan menginterkoneksikan tiga pendekatan: bayany (membaca teks secara istiqra’) - ta’lily (menemukan illat/ratio legis) - istislahy (menyimpulkan kemaslahatannya); (2) memetakan dua aspek: fundamental (ghayah, tetap) dan instrumental (wasilah, adaptable), untuk menjelaskan mana aturan hukum yang terbuka bagi perubahan dan mana yang tertutup; dan (3) menemukan maqasid syariah aturan hukum dalam nash dan mengembangkannya dalam menjawab persoalan modernitas.

Pengembangan ushul fikih digital perlu menjaga kesinambungan dengan warisan ulama klasik, sebagai upaya mendinamiskan hukum Islam. Model ijtihad yang dikembangkan dapat berupa: tarjihi Intiqa’i (menyeleksi pendapat lama yang relevan) dan Ibdai Insyai (mengembangkan hukum atas persoalan baru). Di samping itu juga perlu mengaktifkan kembali dan mengembangkan teori ushul fikih klasik: ijmak, qiyas, istihsan, istishab, istislah, dzari’ah, dan ‘urf. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah mengintegrasikan aspek legal, moral, spiritual dalam hukum Islam, agar bangunan hukum Islam tetap integral dan berinterkoneksi dengan ajaran Islam lainnya.

Liputan Terkait

Liputan Terpopuler